Bisnis.com, JAKARTA - Kekhawatiran akan perekonomian yang melambat semakin mengemuka di kalangan investor maupun pengamat ekonomi dunia. Dua faktor utama untuk membalikkan keadaan, yakni pelonggaran kebijakan zero covid oleh pemerintah China dan arah kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) untuk menahan bunga acuan masih ditunggu investor.
Kristina Hooper, Kepala Strategi Pasar untuk Global Invesco mengatakan, kenaikan suku bunga acuan telah menahan investor untuk berinvestasi. Kondisi ini membuat, dana yang kelola dialihkan kepada instrumen yang lebih rendah risiko.
"Investor relatif defensif, tetapi [kami] menyadari bahwa ada peningkatan [potensi bisnis] dan lingkungan yang lebih berisiko," jelas Kristina Hooper seperti yang dilansir Bloomberg, Senin (5/12/2022).
Faktor suku bunga acuan bank sentral AS ini menjadi perhatian para investor. Jika The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan secara agresif, maka keinginan untuk berinvestasi langsung diperkirakan kembali akan melemah.
Sejumlah analis memperkirakan statistik angka pekerjaan yang lebih kuat menunjukkan niat investasi masih tinggi meski ada risiko beban bunga pinjaman. Kondisi kenaikan bunga acuan ini bahkan diperkirakan menjadi tepat di bawah 5 persen pada pertengahan tahun depan.
Agar ekonomi tidak mendingin tiba tiba, para investor mengharapkan pertemuan teakhir The Fed pada 2022 ini hanya melakukan kenaikan terbatas sebesar 50 basis poin berbanding empat kenaikan 75 basis poin berturut-turut.
Baca Juga
Kemungkinan The Fed menekan kenaikan bunga imbal hasil ini terbuka. Pasalnya premi imbal hasil pada obligasi dolar diperketat setidaknya 1 basis poin. Hasilnya, inflasi sejumlah ekonomi utama dunia terlihat mendingin. .
Meski demikian, investor utang global mendapat pengingat tajam pada hari Jumat bahwa ancaman inflasi masih jauh dari selesai, dengan upah AS melonjak paling tinggi dalam hampir setahun. Peningkatan ini terus menekan Fed untuk berbuat lebih banyak untuk menahan kenaikan harga konsumen.