Bisnis.com, JAKARTA — Kontribusi Bank Indonesia (BI) dalam pembiayaan APBN untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 melalui skema burden sharing akan berakhir pada tahun ini.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa berdasarkan surat keputusan bersama antara Kementerian Keuangan dan BI yang mengacu pada Perppu No. 1/2022, BI dimungkinkan untuk melakukan pembelian SBN secara langsung atau melalui pasar perdana.
Kesepakatan ini hanya berlaku selama 3 tahun, sejak 2020. Selama 3 tahun ini juga, defisit APBN diperbolehkan melebihi level 3 persen.
Dengan berakhirnya peran BI dalam pembiayaan APBN, pemerintah juga harus mengembalikan defisit APBN ke level 3 persen.
“Saya bisa pastikan SKB I, II, dan III, berlaku sampai dengan 2022, sehingga pada 2023 kita tidak memiliki kerja sama secara langsung dengan BI. Artinya, kebijakan kembali ke yang lalu, karena itulah pemerintah menurunkan defisit, supaya kita kembali proper lagi dalam mencari pembiayaan,” katanya, Selasa (29/11/2022).
Suahasil menjelaskan, dengan defisit APBN yang ditetapkan sebesar 2,84 persen pada 2023, pemerintah juga menekan pembiayaan utang yang ditargetkan sebesar Rp696,3 triliun atau turun 8 persen dibandingkan dengan outlook pada 2022.
Baca Juga
“Tahun depan defisit 2,84 persen, ini adalah sinyal bahwa pemerintah tidak akan print surat utang banyak-banyak, tapi apakah pemerintah akan melakukan penghematan? Ini yang kita susun terus,” tuturnya.
Untuk itu, pemerintah akan melanjutkan penerapan automatic adjustment, di mana kementerian dan lembaga (K/L) wajib menyisihkan 5 persen dari pagu anggaran masing-masing K/L.
Penerapan automatic adjustment menurut Suahasil berhasil mendorong efisiensi belanja K/L. “Hasilnya K/L akhirnya memilah sendiri mana belanja yang tidak perlu dikeluarkan. Tahun depan kita coba lagi, kita beri arahan lagi mana yang harus dibelanjakan, belanjakan, mana yang perlu kita efisienkan, ya harus kita efisienkan,” jelasnya.