Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah mendorong bunga pinjaman dari pendanaan transisi energi lewat skema kemitraan Just Energy Transition Partnership atau JETP berada di kisaran 3 hingga 4 persen. Besaran bunga itu diharapkan tetap menjaga keekonomian proyek pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara serta tarif listrik bersih di tingkat konsumen.
Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, bahwa kepentingan pemerintah itu relatif beralasan lantaran sebagian besar pendanaan dari skema JETP bersifat pembiayaan dengan bunga rendah.
Maksimalnya, kata Fabby, bunga pembiayaan JETP mesti dipatok di angka 5 persen.
“Saya ngobrol dengan orang pemerintah mereka berharap 3 hingga 4 persen bunganya, itu mungkin kalau concessional finance, di bawah 4 persen ideal supaya harga listrik kita bisa terjangkau,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (23/11/2022).
Dikatakan, bunga pinjaman yang relatif tinggi dari batas atas itu bakal berdampak negatif pada nilai keekonomian proyek pensiun dini PLTU. Situasi itu bakal ikut mengerek tarif listrik yang dijual kepada konsumen.
“Ongkos investasinya itu bisa lebih mahal artinya harga listrik bisa lebih mahal, kita harus setara dengan harga listrik dari PLTU yang ada sekarang supaya harga listrik tidak naik,” kata dia.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian ESDM tengah menyusun rencana aksi dan investasi setelah mendapat komitmen pendanaan transisi energi senilai US$20 miliar atau setara dengan Rp310,6 triliun (asumsi kurs Rp15.535 per US$) lewat kemitraan JETP saat pergelaran KTT G20 lalu.
Pembahasan komitmen investasi dari mitra JETP itu bakal mendorong kepentingan Indonesia untuk mendapatkan bunga pinjaman rendah dari pendanaan transisi tersebut.
“Kalau sekarang itu kita dapat bunga di dalam negeri 10 persen misalkan, terus di luar kita dapat misalkan 2 persen itu kan bagus kita cari duit murah,” kata Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/11/2022) petang.
Dadan mengatakan kementeriannya masih membahas ihwal potensi pendanaan dengan bunga murah dari sejumlah porsi pinjaman yang diperoleh dari komitmen JETP tersebut. Adapun pembahasan detil potensi bunga dari sejumlah komposisi pinjaman JETP itu ditarget rampung tiga hingga enam bulan mendatang.
Skema pendanaan JETP terdiri berasal dari pendanaan publik senilai US$10 miliar dan US$10 miliar dari pendanaan swasta yang dikoordinatori oleh Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ), yang terdiri atas Bank of America, Citi, Deutsche Bank, HSBC, Macquarie, MUFG, dan Standard Chartered.
Adapun, kemitraan JETP yang dipimpin AS-Jepang ini, termasuk di dalamnya negara anggota G7 lainnya, yakni Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia, serta juga melibatkan Norwegia dan Denmark.