Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi dan Serikat buruh memberikan setidaknya lima catatan penting menyikapi aturan baru naiknya Upah Minimum Provinsi (UMP).
Presiden Partai Buruh Said Iqbal pertama-tama menyampaikan apresiasinya atas terbitnya aturan baru Permenaker No. 18/2022 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. Dia berharap agar aturan tersebut bisa menjadi dasar hukum dalam penetapan UMP pada tahun-tahun berikutnya, tidak hanya pada tahun ini.
"Setidaknya hingga keluar peraturan baru, yaitu omnibus law klaster ketenagakerjaan diputuskan lain," ujarnya dalam konferensi pers daring, Minggu (20/11/2022).
Selanjutnya, atau yang kedua, dia meminta agar beleid baru tersebut dapat diterjemahkan oleh Dewan Pengupahan di provinsi maupun kabupaten/kota sebagai dasar untuk merekomendasikan kenaikan upah minimum kepada bupati/walikota maupun gubernur. Dengan demikian, PP No.36/2021 sudah tidak bisa lagi digunakan sebagai acuan.
Catatan ketiga adalah, dia menyayangkan rumus perhitungan kenaikan upah dalam yang ruwet yang semestinya bisa dilakukam sengan dua opsi perhitungan. Opsi pertama rumus kenaikan upah minimum dihitung menggunakan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi, di mana inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah Januari-Desember pada tahun berjalan.
Alternatif kedua dengan menghitung penuh standar biaya hidup atau yang dinamakam Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Hasil survei KHL inilah yang dirundingkan di Dewan Pengupahan untuk direkomendasikan kepada bupati/wali kota maupun gubernur.
Baca Juga
Catatan keempat adalah penggunaan istilah penaikan upah minimum maksimal sebesar 10 persen. Kalimat maksimal sebesar 10 persen tersebut dianggap membingungkan karena UMP sendiri merupakan upah minimum.
"Kalimat tentang maksimal 10 persen ini menimbulkan kebingungan dan pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum," terangnya.
Catatan terakhir, Partai Buruh dan serikat buruh adalah meminta agar seluruh daerah dengan landasan hukum yang jelas tersebut membuat Dewan Pengupahan bisa memperjuangkan minimal kenaikan UMP sebesar 10 persen. Menurutnya penaikan sebesar 10 persen itu masuk akal dan sudah diperbolehkan.
Meski, dalam harapannya, pemerintah pusat, gubernur, bupati/walikota bisa menetapkan besaran penaikan hingga 13 persen dengan menghitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kendari nantinya jika tak isa seperti yang diharapkan yakni sebesar 13 persen, dia meminta agar daerah bisa menetapkan besaran yang paling rasional seperti yang telah dituangkan dalam Peraturan Menteri atau PM yang baru.
"Dengan proyeksi dari inflasi tahun berjalan 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun nanti yang diperkirakan berada di angka 4 hingga 5 persen adalah sebesar 10,5 persen. Ini yang mendekati angka dalam permen tersebut," terangnya.