Bisnis.com, JAKARTA - Partai Buruh menyayangkan kerumitan rumus penghitungan yang digunakan dalam menentukan Upah Minimum 2023 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker No.18/2022.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menjelaskan beleid tersebut akan diterjemahkan dewan pengupahan di provinsi atau kabupaten sebagai dasar kenaikan UMP atau UMK kepada Bupati, Gubernur, atau Walikota di seluruh Indonesia.
Namun, dia menyayangkan bahwa rumus yang dijadikan dasar untuk menentukan besaran UMP/UMK tersebut cukup rumit. Padahal, kata dia, semestinya bisa dilakukan dengan dua cara yang lebih sederhana.
"Terhadap isi Permenaker tentang UMP dan UMK 2022, organisasi dan partai buruh menyayangkan rumus yang dipakai njlimet atau ruwet. Pandangan organisasi buruh, seharusnya rumusnya ada dua," kata Said dalam konferensi pers daring pada Minggu (20/11/2022).
Said menjabarkan, dasar rumusan yang pertama dalam penetapan UMP/UMK bisa dilakukan dengan angka inflasi tahun berjalan plus pertumbuhan ekonomi tahun berjalan.
Adapun, alternatif kedua adalah dengan menghitung penuh standar living cost atau yang dikenal dengan standar kehidupan kayak atau KHL Artinya rumus yang dapat digunakan adalah kenaikan upah minimum sama dengan 100 persen KHL.
Selanjutnya, kata dia, tinggal dewan pengupahan yang melakukan survei ada 60 item yang menjadi dasar standar KHL. Hasil survei tersebut lantas didiskusikan untuk direkomendasikan kepada Bupati atau Gubernur. Dasar tersebut juga termuat dalam ketentuan organisasi buruh internasional atau ILO No.133 tentang upah minimum.
"Kami menyayangkan harusnya nggak perlu ruwet dan ngejlimet. BPS juga ada survei biaya hidup. BPS nggak usah ikut-ikut membuat rumus UMP," ujarnya.
Selain dasar penghitungan, isi dalam Permenaker yang disorotnya adalah penggunaan kata penaikan maksimal 10 persen. Adanya kalimat maksimal 10 persen dapat menimbulkan kebingungan atau kekeliruan soal UMP. Pasalnya, definisi UMP adalah Upah Minimum sehingga tidak ada maksimal 10 persen.
Dia menegaskan bahwa dalam UU No.13/2023. UMP merupakan jaring pengaman yakni Negara harus melindungi masyarakat yang memasuki dunia kerja.
"UMP itu minimum kenapa harus maksimum itu menyimpang dan membingungkan. Harusnya nggak ada definisi maksimum 10 persen," ucap Said.