Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja transaksi berjalan Indonesia kembali meningkat pada kuartal III/2022, didorong oleh kinerja ekspor yang semakin kuat.
Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) pada Jumat (18/11/2022), transaksi berjalan tercatat surplus US$4,4 miliar atau 1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Capaian surplus ini lebih tinggi dari capaian kuartal sebelumnya sebesar US$4,0 miliar atau sebesar 1,2 persen dari PDB.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan membaiknya kinerja transaksi berjalan tersebut bersumber dari peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas, seiring dengan tetap kuatnya permintaan ekspor dari negara mitra dagang dan harga komoditas global yang masih tinggi.
“Defisit neraca pendapatan primer juga sedikit lebih rendah seiring dengan penurunan pembayaran imbal hasil investasi langsung, ungkap Erwin dalam keterangan resminya, Jumat (18/11/2022).
Hal ini juga dipicu dengan berkurangnya defisit neraca perdagangan migas sejalan dengan penurunan harga minyak dunia.
Baca Juga
Di sisi lain, Erwin mengatakan defisit neraca jasa tercatat lebih tinggi sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat dan berlanjutnya pemulihan ekonomi domestik. Surplus neraca pendapatan sekunder juga sedikit turun sehingga menahan peningkatan surplus transaksi berjalan lebih lanjut.
Di sisi lain, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan defisit sebesar US$1,3 miliar pada kuartal III/2022. Kondisi ini berbalik dari kuartal sebelumnya yang mencatatkan surplus NPI sebesar US$2,4 miliar.
Erwin mengatakan bahwa kinerja NPI pada kuartal ketiga tersebut masih tetap kuat menopang ketahanan eksternal, meski mencatatkan defisit.
“Transaksi berjalan pada kuartal III/2022 terus menunjukkan kinerja yang solid ditandai dengan peningkatan surplus sehingga dapat menahan tekanan terhadap NPI akibat tekanan pada transaksi modal dan finansial,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (18/11/2022).
Sementara itu, posisi cadangan devisa pada akhir September 2022 tercatat sebesar US$130,8 miliar atau setara dengan pembiayaan 5,7 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional.
Sementara itu, transaksi modal dan finansial mencatatkan defisit sebesar US$6,1 miliar atau mencapai 1,8 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit US$1,2 miliar pada kuartal II/2022.
Erwin mengatakan, kinerja transaksi modal dan finansial pada periode tersebut ditopang oleh investasi langsung di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Investasi asing langsung membukukan surplus yang tetap tinggi sejalan dengan optimisme investor terhadap prospek perbaikan ekonomi dan iklim investasi domestik yang terjaga,” jelasnya.
Sementara itu, aliran keluar neto investasi portofolio meningkat akibat ketidakpastian di pasar keuangan global yang semakin tinggi dan kebutuhan pembayaran surat utang swasta yang jatuh tempo.
Erwin menyampaikan, BI akan terus mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi prospek NPI.
“BI juga terus memperkuat bauran kebijakan yang didukung koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal,” pungkasnya.