Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memastikan Blok Masela dan Indonesia Deepwater Development (IDD) telah memiliki pembeli LNG potensial untuk kontrak jangka panjang.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, kepastian pembeli gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) jangka panjang untuk kedua blok migas itu akan ikut membantu keekonomian proyek di tengah upaya peralihan operator yang ditarget rampung akhir tahun ini.
“Sudah ada kepastian yang membeli, khususnya domestik. Dari luar negeri kita tahu Japan LNG juga sudah nanyain, Eropa juga, China masih lockdown tetapi mereka juga kan, kebutuhan LNG-nya cukup besar,” kata Dwi saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (16/11/2022).
Sementara itu, Dwi optimistis permintaan LNG bersih di tengah upaya transisi energi global bakal naik signifikan. Hal itu, kata dia, bakal ikut mengerek penjualan LNG domestik dari dua lapangan yang ongkos pengembangannya relatif mahal saat ini.
Di sisi lain, kepastian pembelian gas dari industri domestik ikut membantu pengembangan dua lapangan migas strategis tersebut. Dia menyebut bahwa penjualan gas dari Blok Masela telah berkontrak dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), dan Pupuk Indonesia.
“Dari Masela itu ada sekitar 3 juta ton per tahun yang sudah komit, misalnya 2 juta ton PLN. Kemudian untuk PGN, Pupuk, dan industri-industri yang lainnya yang kita perkirakan totalnya 9 juta ton,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro menilai pasar ekspor LNG makin ketat belakangan ini yang turut mengoreksi penjualan produk olahan domestik. Apalagi, Komaidi menerangkan, sejumlah negara dapat memberikan produk LNG lebih kompetitif dibandingkan milik Indonesia.
Konsekuensinya, sejumlah kontrak pembelian jangka panjang LNG untuk pasar ekspor makin susut saat ini. Misalkan, Komaidi mencontohkan, pembeli asal Jepang tidak lagi memperpanjang kontrak pembelian LNG dari terminal Bontang sejak tahun lalu. Padahal, alokasi LNG Bontang sebagian besar disalurkan untuk pasar Jepang selama ini.
“Ada beberapa hal termasuk menurunnya produksi yang dulu menggunakan delapan kilang sekarang tinggal beberapa dua atau tiga yang operasional untuk saat ini sehingga ada yang diistirahatkan,” kata Komaidi saat dihubungi, Senin (7/11/2022).
Selain itu, Komaidi menerangkan, pasar ekspor LNG belakangan turut diramaikan oleh kedatangan sejumlah pemain baru yang berasal dari Qatar, Malaysia, Australia, dan Papua Nugini. Malahan, sebagian besar proyek LNG mereka sudah mulai onstream sejak 3 tahun lalu yang membuat pasokan LNG di pasar internasional relatif besar.
Di sisi lain, serapan LNG untuk pasar di dalam negeri masih terkendala kebijakan harga jual gas tertentu (HGBT) yang dipatok US$6 per million British thermal units (MMBtu) di sejumlah industri. Dari sisi harga, pasar ekspor relatif dapat menjaga keekonomian proyek lapangan jika dibandingkan dengan pasar domestik.
“Untuk industri tertentu di plant gate harus US$6 per MMBtu kalau itu ditetapkan jadi sulit untuk diserap di dalam negeri,” tuturnya.