Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN meminta program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tetap menjamin ketersediaan listrik murah bagi pelanggan yang mayoritas berasal dari konsumsi rumah tangga bersubsidi.
EVP Operasi Pembangkitan PLN, Suwarno, mengatakan perseroan menaruh perhatian serius terkait dengan isu harga kelistrikan pada tingkat konsumen setelah program pensiun dini PLTU mulai terlaksana lewat skema energy transition mechanism (ETM) untuk PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) yang berlokasi di Jawa Barat.
“Tentunya ke depan harus sejalan dengan harapan pelanggan yaitu harga terjangkau oleh pelanggan ke depan, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) harus mempertimbangkan masalah terkait dengan harga,” kata Suwarno saat Dialogue on IPP Just Energy Transition Initiatives di Bali disiarkan lewat zoom, Selasa (15/11/2022).
Suwarno berharap pensiun dini PLTU secara masif dapat diikuti dengan pemasang kapasitas baru pembangkit berbasis EBT dengan daya dan harga yang relatif sama dengan pembangkit fosil.
Harapan itu, kata dia, menjadi bagian perhatian PLN untuk memastikan ketersediaan kapasitas listrik dengan harga yang kompetitif bagi masyarakat ke depannya.
“Untuk pensiun dini harus ada sinkronisasi kecukupan daya untuk melayani pelanggan, baik itu masuknya transmisi atau pembangunan EBT kita harapkan cadangan harus tetap ada sehingga pelanggan tetap terlayani dengan baik,” ujarnya.
Wakil Menteri BUMN I, Pahala N. Mansury, membeberkan perbankan serta pemberi pinjaman komersial masih ragu-ragu untuk mendanai program pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara lantaran menghindari portofolio fosil dalam kegiatan lending mereka.
Hal itu diungkapkan Pahala selepas penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Asian Development Bank (ADB) bersama dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Indonesian Investment Authority (INA) dan Cirebon Electric Power (CEP) untuk pemadaman lebih awal PLTU Cirebon-1 yang berlokasi di Jawa Barat lewat skema blended financing dari skema energy transition mechanism (ETM).
“Country platform sudah resmi diumumkan hari ini, pada akhirnya siapa yang akan menanggung biayanya, apa nanti yang memastikan pembiayaan ini,” kata Pahala saat diskusi dengan tema Transactions Leading the Shift From Coal to Clean Energy di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).
Pahala mengatakan dirinya belum mengetahui lebih lanjut apakah pendanaan lewat ETM itu sudah memasukkan taksonomi pembiayaan hijau atau green financing taxonomy untuk memastikan portofolio investasi dari perbankan atau pemberi pinjaman tidak terpengaruh negatif oleh sentimen fosil.
“Ketika kami bicara dengan teman-teman di perbankan mereka sangat bergairah tentang ini, tapi mereka bertanya apakah pembiayaan transaksi itu sudah masuk pada bagian pembiayaan hijau,” ujarnya.
Sebelumnya, Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) untuk memulai pembahasan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon-1 dengan kapasitas daya 660 megawatt (MW) yang berlokasi di Jawa Barat.
Nota kesepahaman itu turut ditandatangani oleh PT PLN, Indonesian Investment Authority (INA) dan pemilik PLTU Cirebon-1, Cirebon Electric Power (CEP) saat Grand Launching Indonesia Energy Transition Mechanism Country Platform di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).
President ADB, Masatsugu Asakawa, mengatakan program pensiun dini PLTU Cirebon-1 itu nantinya bakal menggunakan struktur pendanaan gabungan atau blended finance dari skema energy transition mechanism (ETM).
Berdasarkan hitung-hitungan ADB, pendanaan pensiun dini PLTU Cirebon-1 berkisar di angka US$250 juta hingga US$300 juta (Rp3,87 triliun hingga Rp4,65 triliun, kurs Rp15.514).
“Krisis iklim saat ini tidak dapat diatasi tanpa skema ini, terutama di kawasan kita di mana banyak PLTU masih begitu muda,” kata Asakawa di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).