Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan PT PLN (Persero) aktif menjajaki peluang kerja sama pendanaan dari sejumlah negara dan lembaga keuangan internasional untuk membantu membiayai percepatan pengakhiran masa operasional atau pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.
Program transisi energi tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar. Kebutuhan dana untuk investasi beralih ke energi baru dan terbarukan (EBT) sampai dengan 2060 ditaksir mencapai US$1 triliun dan berpotensi meningkat seiring diterapkannya kebijakan pensiun dini PLTU.
Guna mendukung berjalannya program transisi energi, pemerintah baru saja resmi meluncurkan Energy Transition Mechanism (ETM) Country Platform pada Side Event G20, Bali, Senin (14/11/2022). Pemerintah Indonesia telah menunjuk PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) sebagai ETM Country Platform Manager untuk mengembangkan kerangka kerja pembiayaan dan investasi untuk program ETM.
Dalam peluncuran tersebut, PT SMI juga meresmikan kerja sama dengan 14 mitra internasional, baik institusi filantropi, institusi keuangan penyedia pendanaan, maupun institusi terkait sisi teknis dan kepakaran.
Para mitra filantropi, antara lain Bloomberg Philanthropies & ClimateWorks Foundation’s Global Energy Transition Initiative, UK MENTARI Programme, dan Global Energy Alliance for People and Planet.
Sementara itu, mitra pendanaan terdiri atas Asian Development Bank (ADB), World Bank, Islamic Development Bank, Climate Investment Funds, HSBC, Standard Chartered, dan Japan Bank for International Cooperation.
Berikut daftar lembaga keuangan dan kemitraan yang akan turut mendanai program transisi energi, termasuk pensiun dini PLTU di Indonesia:
1. Asian Development Bank (ADB)
PT PLN (Persero) mendapat dukungan dari Asian Development Bank (ADB) terkait rencana pensiun dini PLTU lewat skema Energy Transition Mechanism (ETM). PLN dan ADB yang menyepakati penjajakan pensiun dini PLTU pertama yang dimiliki oleh produsen listrik swasta (IPP), yaitu PLTU Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt (MW).
President ADB Masatsugu Asakawa mengatakan, program pensiun dini PLTU Cirebon-1 itu nantinya bakal menggunakan struktur pendanaan gabungan atau blended finance dari skema energy transition mechanism. Berdasarkan hitung-hitungan ADB, pendanaan pensiun dini PLTU Cirebon-1 berkisar di angka US$250 juta hingga US$300 juta atau sekitar Rp3,87 triliun hingga Rp4,65 triliun (asumsi kurs Rp15.514 per US$).
“Krisis iklim saat ini tidak dapat diatasi tanpa skema ini, terutama di kawasan kita di mana banyak PLTU masih begitu muda,” kata Asakawa di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11/2022).
Adapun, tenggat waktu ihwal eksekusi pensiun dini PLTU Cirebon-1 masih dalam pembahasan seiring dengan negosiasi yang belum selesai terkait dengan besaran pendanaan yang dibutuhkan. PLTU itu telah memiliki kontrak operasi hingga 2042 mendatang untuk memasok listrik ke PLN.
Ihwal pendanaan gabungan itu akan terdiri atas concessional capital dan modal dari ADB. Pendanaan concessional itu melingkupi bantuan dari kemitraan di ETM Partnership Trust Fund dan sebagian alokasi investasi dari pemerintah Indonesia. Kendati demikian, struktur pembiayaan pensiun dini itu belum juga rampung lantaran sejumlah lembaga keuangan dan filantropi belakangan menunjukkan ketertarikan mereka untuk ikut bergabung.