Bisnis.com, TANGERANG — Selama sewindu atau delapan tahun Joko Widodo (Jokowi) memerintah sebagai Presiden RI, masalah harga pangan dan ketahanan pangan di Indonesia masih menjadi tantangan yang harus dihadapi.
Selama periode 2014-2022, beberapa kali harga pangan melambung bahkan ada yang sampai mengalami kelangkaan. Salah satunya yang paling disorot ialah terkait harga minyak goreng yang melambung hingga menembus di atas Rp20.000 per liter. Bahkan, pasokannya sempat langka di pasaran pada Maret 2022.
Tidak hanya harga pangan, masalah ketahanan pangan juga masih menjadi persoalan yang dihadapi pemerintahan Jokowi hingga saat ini.
Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan, pemerintahan Jokowi sebenarnya telah menggencarkan pembangunan infrastruktur sektor pertanian seperti pembangunan waduk, embung, dan saluran irigasi penunjang pertanian. Selain itu, Jokowi juga menjalankan program lumbung pangan atau food estate.
Berdasarkan data Global Food Security Index (GFSI), ranking ketahanan pangan Indonesia merosot ke posisi 65 pada 2020 dari yang sebelumnya di peringkat 60 pada 2019.
Ranking Indonesia kembali turun pada 2021 yaitu di posisi 69 dari negara-negara di dunia. Pada 2022, Indonesia berhasil memperbaiki posisi dengan meraih peringkat 63 dari 113 negara. Posisi Indonesia ada di atas Thailand, tapi masih di bawah dari Singapura dan Malaysia.
Dalam 3 tahun terakhir atau selama periode kedua Jokowi, produksi beras nasional tercatat mencapai sekitar 30 juta ton per tahun. Indonesia juga berhasil mewujudkan swasembada beras selama 3 tahun berturut-turut hingga meraih penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI).
Meskipun demikian, harga beras di Indonesia belakangan ini mengalami kenaikan. Pasokan beras dari Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam tiga bulan terakhir terus mengalami penurunan, tercatat per 3 Oktober 2022 berada di posisi 798.013 ton.
Dalam laporan Perkembangan Harga, Inflasi, dan Stok Indikatif Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan, pasokan beras pada Agustus 2022 di angka 1.046.237 ton dengan ketahanan 13,4 bulan.
Sementara itu, pada September 2022 pasokan beras di angka 861.966 ton dengan ketahanan 10,8 bulan. Bila membandingkan angka stok beras pada Agustus 2022, artinya pasokan telah menyusut 248.224 ton di September 2022.
Seiring berkurangnya pasokan beras, harga komoditas tersebut terkerek naik yang diakibatkan beberapa faktor seperti adanya pembelian rush untuk bansos, hingga naiknya harga gabah.
Selain itu, saat ini mulai memasuki musim panen gadu di mana produksi petani lebih sedikit dibandingkan musim panen raya. Namun kualitas gabah lebih baik, sehingga harga gabah/beras di petani mengalami kenaikan.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, inflasi untuk volatile food per September 2022 dalam tingkat perlu kewaspadaan. Tercatat pada September 2022 volatile food mengalami deflasi sebesar 0,79 persen setelah pada bulan sebelumnya mencatat deflasi sebesar 2,90 (mtm).
Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh deflasi bawang merah, aneka cabai, dan minyak goreng sejalan dengan peningkatan pasokan seiring panen raya di daerah sentra produksi dan pasokan minyak goreng yang terjaga.
Di sisi lain, komoditas beras mengalami inflasi seiring periode musim panen gadu di daerah sentra produksi. Secara tahunan, kelompok volatile food mengalami inflasi 9,02 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,93 persen (yoy).