Bisnis.com, CILEGON - Pemerintah mengungkapkan sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi oleh industri petrokimia Tanah Air demi memastikan komitmen investasi senilai Rp200 triliun bisa terealisasi penuh.
Plt Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ignatius Warsito mengatakan, setidaknya ada dua tantangan utama bagi industri petrokimia Indonesia.
Pertama, gangguan rantai pasok sebagai dampak dari perang Rusia - Ukraina. Sebagaimana diketahui, sebagian besar bahan baku petrokimia Indonesia masih diimpor sehingga sangat bergantung dengan kondisi rantai pasok.
Menurut data Kemenperin, total impor produk petrokimia Indonesia mencapai 8,10 juta ton per tahun dengan nilai Us$10,89 miliar. Perinciannya, petrokimia hulu 3,03 juta ton, petrokimia intermediate 0,78 juta ton, dan petrokimia hilir 4,29 juta ton.
"Rantai pasok kami harapkan bisa memperkuat struktur industri. Namun, potensi investasi Rp200 triliun tadi akan terhambat jika rantai pasok terganggu faktor eksternal seperti perang Rusia dan Ukraina," ujar Warsito, Rabu (19/10/2022).
Kedua, keberlangsungan fasilitas harga gas US$6 per Mmbtu bagi pelaku industri. Saat ini, kata Warsito, keberlanjutan fasilitas tersebut masih didiskusikan di kalangan pemerintah. Dihentikannya fasilitas itu dinilai dapat membuat investor urung menaruh modalnya.
Baca Juga
Saat ini, sambungnya, Kemenperin sedang menggodok kajian akademis terkait dengan kebijakan apa yang dapat menjadi back up jika kondisi yang tidak diinginkan terjadi guna memastikan investasi tetap mengalir hingga 2 tahun ke depan.
"Sebab, pascapandemi industri petrokimia RI dan negara tetangga seperti Vietnam akan saling mencuri start. Jika tidak punya lompatan kita akan ketinggalan," ujarnya.