Bisnis.com, JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memperkirakan investasi yang dibutuhkan untuk menambah kapasitas pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 2060 dapat menyentuh di kisaran Rp7.000 triliun hingga Rp9.000 triliun.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, saat ini konsumsi listrik PLN berada pada kisaran 300 terrawatt hour (TWh) dan diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 1.000 TWh pada 2060. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setidaknya dibutuhkan penambahan 220 gigawatt (GW) pembangkit listrik yang mayoritas berbasis EBT.
“Itu berarti perlu tambahan investasi US$500 miliar hingga US$600 miliar investasi atau sekitar Rp7.000 triliun hingga Rp9.000 triliun,” kata Darmawan dalam acara SOE International Conference di Nusa Dua, Bali, Selasa (18/10/2022).
Kendati demikian, Darmawan menerangkan, besaran nilai investasi itu dapat menurun menyusul ongkos pemasangan pembangkit energi bersih yang belakangan makin murah.
“Banyak yang bilang bahwa EBT mahal. Namun bila menengok dari 30 tahun lalu, biaya EBT telah jauh berkurang,” tuturnya.
Adapun, PLN tengah mendorong penghentian operasi PLTU berkapasitas 5,5 GW sebelum 2030 sebagai langkah awal perseroan memberi ruang untuk investasi hijau masuk ke sistem kelistrikan nasional. Manuver itu diperkirakan menelan investasi sebesar US$6 miliar.
Baca Juga
Hanya saja program penghentian PLTU seluruhnya hingga 2050 diproyeksikan bakal sulit dilakukan. Center for Global Sustainability University of Maryland memperkirakan kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN mencapai US$32,1 miliar atau setara dengan Rp475,4 triliun (asumsi kurs Rp14.810).
Adapun, PLN mesti menaikkan kapasitas serta ekosistem pembangkit EBT dengan nilai investasi menyentuh US$1,2 triliun atau setara dengan Rp17.772 triliun hingga 2050 mendatang.