Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta perusahaan yang masuk pada bisnis hilir penyaluran bahan bakar minyak (BBM) untuk melakukan penetrasi pembangunan SPBU di kawasan yang masih minim infrastruktur.
Permintaan itu disampaikan seiring bisnis hilir penyaluran BBM yang makin kompetitif setelah PT Pertamina (Persero) menaikkan harga jual produk mereka pada awal bulan lalu.
Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan persaingan harga jual BBM yang mendekati seimbang saat ini turut mendorong investasi yang signifikan pada pembangunan unit-unit stasiun pengisian bahan bakar tersebut dari sejumlah badan usaha. Hanya saja, Saleh menerangkan, konsentrasi pembangunan SPBU masih terpusat pada kawasan yang padat penduduk seperti di sejumlah kota besar di Pulau Jawa.
“Kita berharap jangan hanya di daerah-daerah padat penduduk tapi juga menyebar hingga daerah-daerah terdepan, terluar dan tertinggal,” kata Saleh saat dihubungi, Minggu (16/10/2022).
Di sisi lain, Saleh menegaskan, iklim investasi serta keuntungan bisnis hilir penyaluran BBM domestik relatif baik hingga saat ini. Misalnya, dia mencontohkan, sejumlah merek dagang di luar Pertamina ikut meningkatkan pengadaan unit SPBU mereka di beberapa titik kota saat ini.
“Indikatornya di SPBU-SPBU yang ada saat ini, bisa dilihat selain Pertamina ada beberapa yang lain juga,” ujarnya.
Seperti diketahui, langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar, serta BBM non-subsidi yakni Pertamax, membuat tingkat persaingan di bisnis BBM antara PT Pertamina (Persero) dengan perusahaan swasta seperti salah satunya PT Shell Indonesia kian mendekati seimbang.
Per 3 September 2022, harga Pertalite dari sebelumnya Rp7.650 per liter kini naik menjadi Rp10.000 per liter. Kemudian, harga solar subsidi dari Rp5.150 per liter naik menjadi Rp6.800 per liter. Selanjutnya, harga Pertamax nonsubsidi dari Rp12.500 per liter naik menjadi Rp14.500 per liter.
Presiden Direktur dan Country Chair Shell Indonesia Ingrid Siburian mengatakan, penyesuaian harga BBM oleh Pertamina, cukup berpengaruh terhadap peningkatan penjualan BBM milik Shell.
“Ada tren positif dari penyesuaian harga itu [BBM Pertamina], karena dilihat dari meningkatnya volume kendaraan yang datang ke SPBU kami. Tapi ini kan masih baru, September lalu. Jadi kalau ditanya dampaknya secara menyeluruh kita perlu monitor dulu tapi kita lihat ada tren positif,” kata Ingrid, saat ditemui di sela-sela gelaran Shell Eco-Marathon 2022 di Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dia mengatakan, dalam menetapkan harga jual BBM, Shell memiliki sejumlah faktor dan indikator. Salah satunya harga minyak mentah di pasar global melalui Mean Oil Platt Singapore (MOPS) yang merupakan harga rerata transaksi jual beli pada bursa minyak di Singapura.
“Kami, juga lihat fluktuasi nilai tukar mata uang, pajak, cukai, biaya distribusi, konstanta dari pemerintah. Semua itu kita masukkan jadi dasar dari harga jual bahan bakar kita,” ungkapnya.