Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan ekonom menyarankan pelaku industri dan pemerintah untuk fokus menjaga sisi suplai dan demand industri manufaktur guna mengantisipasi terjadinya perlambatan kinerja pada kuartal IV/2022.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, pelaku industri harus mencari alternatif bahan baku untuk mengurangi ketergantungan impor yang sedang dihantui oleh kenaikan harga dan selisih kurs mata uang.
Kemudian, lanjutnya, pelaku industri bisa memangkas harga produk akhir melalui penyesuaian kualitas barang. Hal tersebut dinilai mampu mencegah terjadinya kenaikan harga di level konsumen.
"Terutama untuk produk-produk yang sensitif terhadap perubahan harga," kata Bhima kepada Bisnis, Jumat (14/10/2022).
Selain itu, pelaku industri manufaktur perlu mencari alternatif negara tujuan ekspor yang dinilai tahan terhadap resesi ekonomi. Beberapa negara yang dianjurkan adalah Filipina dan Vietnam yang tercatat masih mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen.
Sementara pemerintah, kata Bhima, dapat melakukan sejumlah relaksasi seperti menurunkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen untuk mendorong masyarakat kelas menengah membeli produk industri dalam negeri.
Baca Juga
Lebih jauh, pemerintah bisa memperketat pengawasan di pelabuhan guna memastikan barang-barang impor yang masuk terbatas hanya barang yang memenuhi standar.
Dari segi stimulus, sambungnya, pemerintah diharapkan bisa memberikan diskon tarif listrik maupun pajak bagi beberapa industri manufaktur secara selektif. Khususnya, kepada perusahaan yang mengalami tekanan atau belum pulih dari pandemi Covid-19.
Perlu diketahui, kinerja sektor manufaktur diperkirakan melambat pada kuartal IV/2022.
Laporan terbaru Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) memperkirakan kinerja manufaktur berpotensi turun ke level 53,18. Turun moderat dibandingkan dengan kuartal III/2022 dengan indeks berada di level 53,71.
Perlambatan dialami oleh sejumlah komponen penentu, yakni volume produksi serta volume persediaan barang jadi.
"Volume produksi kuartal IV/2022 diperkirakan melambat secara kuartalan dari 57,12 menjadi 55,06," tulis BI dalam laporannya, dikutip Jumat (14/10/2022).
Penurunan volume produksi terjadi di subsektor alat angkut, mesin, dan peralatannya, semen dan barang galian nonlogam, barang kayu dan hasil hutan lainnya, serta makanan, minuman, dan tembakau.
Selanjutnya, perlambatan volume persediaan barang jadi juga diperkirakan melambat dari 55,78 persen menjadi 52,85 persen pada kuartal akhir tahun ini.
Penurunan terjadi di subsektor semen dan barang galian nonlogam, alat angkut, mesin dan peralatannya, serta barang kayu dan hasil hutan lainnya.
Namun demikian, sampai dengan kuartal III/2022, PMI-BI masih berada di zona ekspansi dengan mengalami kenaikan moderat secara kuartalan dari 53,61 persen menjadi 53,72 persen.
Sebelumnya beberapa komponen diimpor dari china, dan dengan upaya ini komponen tersebut akan disubstitusi oleh produk lokal.