Bisnis.com, JAKARTA — International Monetary Fund atau IMF menyebut bahwa terdapat 25 persen kemungkinan pertumbuhan ekonomi 2023 turun ke bawah 2 persen. Tanpa adanya eskalasi risiko, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan ada di 2,7 persen.
Kepala Ekonom dan Direktur Departemen Riset IMF Pierre-Olivier Gournichas menjelaskan bahwa pada tahun depan, ekonomi global menghadapi tantangan utama yang terbentuk akibat tiga tekanan utama. Serangan Rusia ke Ukraina, lonjakan inflasi, dan perlambatan ekonomi China menjadi tekanan utama.
IMF pun merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan menjadi 2,7 persen dalam laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2022. Pada laporan Juli 2022, IMF masih meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa mencapai 2,9 persen.
Gournichas menyebut bahwa masih terdapat kemungkinan ekonomi global lebih melambat lagi pada tahun depan, jika terjadi eskalasi risiko, terutama terkait tiga tekanan di atas. Terdapat peluang pertumbuhan ekonomi 2023 merosot ke bawah 2 persen.
"Terdapat 25 persen kemungkinan pertumbuhan ekonomi global tahun depan akan berada di bawah 2 persen. Secara historis itu tingkat yang rendah, kita hanya mengalaminya lima kali sejak 1970," ujar Gournichas dalam press briefing World Economic Outlook IMF, Selasa (11/10/2022) malam waktu Jakarta.
Menurut Gournichas, lonjakan harga energi dan pangan bisa menyebabkan inflasi tertahan tinggi dalam waktu cukup lama. Pengetatan global dalam kondisi pembiayaan saat ini dapat memicu tekanan utang pasar negara berkembang yang meluas.
Baca Juga
Perlambatan sektor properti di China dapat meluas ke sektor perbankan domestik sehingga membebani pertumbuhan ekonomi negaranya, yang efeknya bersifat lintas batas. Lalu, Gournichas pun menyebut bahwa fragmentasi geopolitik dapat menghambat perdagangan dan arus modal, serta lebih jauh bisa menghambat kerja sama terkait kebijakan iklim.
"Jika berbagai risiko itu terjadi, pertumbuhan ekonomi global bisa turun ke 1,1 persen dengan pendapatan per kapita yang stagnan tahun depan. Berdasarkan perhitungan kami, kemungkinan skenario buruk seperti itu terjadi adalah sekitar 10 hingga 15 persen," ujar Gournichas.