Bisnis.com, JAKARTA-Ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dianggap mampu selamatkan perekonomian Indonesia dari ancaman resesi dunia. Asalkan, pemerintah membuat kebijakan yang kreatif dan memberikan relaksasi ekspor CPO.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, dalam menghadapi ancaman resesi dunia, pemerintah Indonesia perlu membuat kebijakan dengan memberikan dukungan sebesar-besarnya terhadap komoditas berorientasi ekspor, salah satunya CPO. Ironisnya, saat ini masih ada beberapa kebijakan yang justru membatasi kegiatan ekspornya.
“Misalnya terkait kebijakan pemerintah berupa Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO), Persetujuan Ekspor (PE) dan Flush Out (FO), Bea Keluar dan lain-lainnya, ini jelas menghambat ekspor,” kata Tauhid, Selasa (11/10/2022).
Tauhid membeberkan keinginan pemerintah mempercepat ekspor dan selamat dari resesi ekonomi dunia dapat terealisasi asalkan kebijakan yang menghambat ekspor, seperti DMO, DPO, dan Flush-Out dapat dihilangkan.
“Bahkan akan diuntungkan dengan kenaikan harga komoditas global sehingga menambah pendapatan negara. Pemerintah lebih baik mencabut kebijakan DMO, DPO, dan Flush-Out, karena menghambat ekspor CPO dan turunannya. Apalagi, CPO masih akan menjadi komoditas yang menyumbangkan pundi-pundi besar terhadap devisa negara,” katanya.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit mentah (CPO) berkontribusi sebesar Rp112,82 triliun bagi perekonomian Indonesia sepanjang kuartal I/2022. Angka ini cukup besar setara 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca Juga
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit mentah (CPO) berkontribusi sebesar Rp112,82 triliun bagi perekonomian Indonesia sepanjang kuartal I/2022. Angka ini cukup besar setara 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tauhid menilai adanya kebijakan DMP dan DPO menyebabkan terjadinya disparitas harga kelapa sawit di tingkat domestik dan harga di pasar internasional (CIF Rotterdam) yang kini menyentuh US$1,05 ribu per metrik ton.
“Terlebih, kenaikan harga di pasar global tersebut, akan berlangsung cukup lama dan sulit turun dalam waktu dekat. Disini terlihat, siapa yang akan dirugikan dengan penurunan harga TBS (tandan buah segar). Jangan sampai petani terlalu dirugikan, karena luas lahannya hanya di bawah dua hektar,” kata Tauhid.
Sementara itu, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Syailendra mengatakan, kebijakan DMO nyatanya dapat menjamin pasokan minyak goreng dalam negeri dan menstabilkan harga minyak goreng.
"Jadi salahnya apa kebijakan ini? Ini harga Tadan Buah Segar (TBS) sawit sudah naik, minyak juga sudah berlimpah, bahkan minyak premium juga turun," kata Syailendra saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Selasa (11/10/2022).
Syailendra juga menyampaikan, kebijakan DMO CPO ini tidak ada maksud untuk menghambat ekspor CPO maupun menurunkan harga TBS sawit petani.
Bahkan, menurutnya, selama ini pemerintah sudah memberikan banyak relaksasi kepada pengusaha untuk melakukan ekspor CPO salah satunya dengan menambah rasio kuota ekspor menjadi 1:9.
"Itu untuk curah ya, belum lagi kalau melakukan DMO dengan mengemas minyak goreng atau kalau dia mau mengirim ke wilayah timur. Kuota ekspor mereka ditambah lagi," jelasnya.