Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Risiko Capital Outflow, Cadangan Devisa September Bisa Terkuras

Cadangan devisa pada September 2022 diperkirakan terkuras akibat gejolak ekonomi global dan capital outflow.
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia - Bisnis/Himawan L Nugraharn
Ilustrasi cadangan devisa Indonesia - Bisnis/Himawan L Nugraharn

Bisnis.com, JAKARTA — Posisi cadangan devisa Indonesia pada September 2022 diperkirakan terkuras atau turun dari posisi bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh kaburnya modal asing (capital outflow) pada periode tersebut.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan bahwa capital outflow yang terjadi pada September 2022 menyebabkan tekanan yang tinggi pada nilai tukar rupiah, sehingga diperlukan intervensi Bank Indonesia dan berdampak pada penurunan cadangan devisa.

“Adanya capital outflow secara bersamaan membuat rupiah melemah dan menurunkan cadangan devisa. Intervensi yang dilakukan BI juga turut menurunkan cadangan devisa,” katanya kepada Bisnis, Kamis (6/10/2022).

Di sisi lain, Riefky mengatakan bahwa pemerintah pada September 2022 juga melakukan penerbitan global bonds sebesar US$2,6 miliar. Penerbitan global bonds tersebut menjadi faktor penahan turunnya cadangan devisa.

Dia memperkirakan posisi cadangan devisa pada periode tersebut masih akan berada di atas US$130 miliar.

“Jadi dugaan kita akan berada di kisaran US$131 hingga US$132 miliar karena tekanan capital outflow cukup besar, tapi direm oleh penerbitan global bond tersebut,” jelasnya.

Dia memperkirakan posisi cadangan devisa Indonesia ke depan pun masih akan melanjutkan tren penurunan yang dipengaruhi oleh berlanjutnya arus modal dan mulai surutnya windfall komoditas.

Sebelumnya, Direktur Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia Wahyu Agung Nugroho menyampaikan bahwa posisi cadangan devisa pada September 2022 diperkirakan masih tetap kuat, terutama dalam mendukung ketahanan eksternal Indonesia

“Memang masih keperluan untuk intervensi valas, tapi di sisi lain kita lihat ekspor masih kuat, ditambah ada penerbitan  global bonds oleh pemerintah, ini juga yang akan mendukung cadangan devisa indonesia,” katanya.

Wahyu mengatakan penerbitan global bonds oleh pemerintah tersebut merupakan jumlah yang signifikan, terutama di tengah ketidakpastian pasar global yang tinggi saat ini.

Hal ini menurutnya menunjukkan bahwa persepsi investor asing terhadap perekonomian Indonesia masih kuat.

“Secara fundamental, memang tidak ada permasalahan yang perlu kita khawatirkan di Indonesia,” jelasnya.

BI mencatat modal asing yang masuk atau net outflow berupa investasi portofolio pada kuartal III/2022 sebesar US$600 juta. Sementara itu, nilai tukar rupiah terdepresiasi 6,40 persen secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) dibandingkan dengan level pada akhir 2021.

Wahyu mengatakan tingkat depresiasi nilai tukar rupiah ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lain, misalnya India sebesar 8,65 persen, Malaysia 10,16 persen, dan Thailand 11,36 persen.

“Memang pada dasarnya fundamental ekonomi kita yang baik tadi mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, tentunya memang di sisi lain BI senantiasa melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Sebagai upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, Wahyu mengatakan BI terus melakukan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spotDomestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan SBN di pasar sekunder.

BI juga melanjutkan strategi operation twist, yaitu penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN melalui kenaikan yield tenor jangka pendek sejalan dengan kenaikan suku bunga acuan dan kenaikan struktur yield SBN jangka panjang yang lebih rendah.

Wahyu menambahkan BI pun telah melakukan langkah front loadedpre-emptive, dan forward looking, dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen.

Langkah kenaikan suku bunga acuan tersebut untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di samping mengendalikan ekspektasi inflasi.

“Tekanan global masih akan cukup berasa saat ini dan ke depan sehingga kita tidak hanya bisa bergantung menggunakan instrumen intervensi, baik valas maupun DNDF, caranya dengan kenaikan suku bunga,” tutur Wahyu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper