Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menegaskan suku bunga KPR rumah subsidi untuk skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) bergeming di angka 5 persen.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan sejumlah upaya yang dilakukan dalam mengatasi kenaikan suku bunga acuan yang terus naik dalam dua bulan terakhir ini.
Untuk diketahui, Bank Indonesia telah menaikkan 50 basis poin (bps) atau 4,25 persen pada 22 September 2022 lalu. Sebelumnya, BI menaikkan suku bunga sebesar 25 bps.
Herry menuturkan, Kementerian PUPR dalam hal ini berperan untuk membuat cicilan yang terjangkau untuk masyarakat. Salah satunya melalui, program FLPP yang ditargetkan tahun ini mencapai 200.000 unit dengan alokasi Rp23 triliun, dan 220.000 unit untuk tahun 2023.
"Kalau FLPP bunganya dibuat 5 persen, walaupun untuk membuat 5 persen hampir perlu 87,5 persen dari harga rumah harus disediakan di awal untuk membuat 5 persen dengan return 0,5 persen," kata Herry, Selasa (4/10/2022).
Jika dibandingkan dengan rumah non-subsidi di pasaran dengan suku bunga bisa mencapai 11-12 persen, maka, ongkosnya pun besar. Lebih lanjut, dia menegaskan kenaikan suku bunga acuan tidak akan mempengaruhi bunga rumah subsidi, tapi akan menggerus jumlah unit.
Sementara itu, jika dikaitkan ke suku bunga yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve yang nantinya akan berpengaruh pada kenaikan suku bunga di perbankan, pemerintah tetap memberikan bunga rumah subsidi yang tetap kepada masyarakat.
"FLPP bunganya 5 persen jadi Fed mau berapa tetap saja 5 persen. Jadi dia tidak terganggu, tapi sekali lagi di luar FLPP kan ada lagi tadi segmen komersial, itu tentu nanti bunga pasarnya nya meningkat akan mempengaruhi," jelasnya.
Sementara itu, dari sisi suplai kenaikan bunga The Fed akan berimplikasi ke harga material dan lainnya yang nanti berpengaruh pada produksi rumah. Oleh karena itu, pengembang bakal terus menyesuaikan harga rumah.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan perlunya antisipasi dari kenaikan suku bunga The Fed yang agresif sebesar 75 basis poin pada September ini guna merespons inflasi yang masih tinggi pada level 8,3 persen.
Hal tersebut dikhawatirkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi AS yang melemah, sehingga akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dunia.