Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bali Kompendium Jadi Senjata Kebijakan Hilirisasi Indonesia

Kompendium Bali menjadi acuan kebijakan masing-masing negara dalam merancang dan melaksanakan strategi investasi berkelanjutan berbasis keunggulan komparatif.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia

Bisnis.com, JAKARTA - Kompendium Bali atas Praktik Kebijakan G20 dalam mempromosikan investasi untuk pembangunan berkelanjutan” atau disebut sebagai "Kompendium Bali" menjadi senjata pemerintah RI dalam menjalankan kebijakan hilirisasinya. 

Adapun Kompendium Bali disepakati dalam pelaksanaan Pelaksanaan Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20 yang dilaksanakan tanggal 22-23 September 2022 di Nusa Dua, Bali.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan Kompendium Bali merupakan jalan tengah menuju secercah harapan agar  negara lain tak terlalu mengintervensi Indonesia. 

“Dengan kesepakatan Bali Kompendium ini semacam ada novum baru, ada pemahaman baru, kesepakatan baru yang dilakukan oleh negara-negara G20 untuk menghargai negara masing-masing,” kata Bahlil dalam konferensi pers Perkembangan Investasi 2022, Senin (26/9/2022).

Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan kompendium ini akan menjadi acuan kebijakan masing-masing negara dalam merancang dan melaksanakan strategi untuk menarik investasi berkelanjutan. 

Adapun setiap negara memiliki kekuasaan dalam menyusun strategi prioritasnya, sesuai dengan keunggulan komparatifnya. Kompendium tersebut, merupakan langkah maju pemerintah Indonesia dalam mendorong investasi berkelanjutan dan inklusif.

“Dengan demikian, tidak boleh lagi orang melarang kita untuk ekspor komoditas kita,” ujarnya. 

Di lain sisi, saat ditanya apakah kompendium ini dapat dijadikan ‘senjata’ untuk melawan negara-negara yang menggugat Indonesia di WTO (World Trade Organization) terkait kebijakan hilirisasi Indonesia, Bahlil mengatakan hal tersebut bisa saja terjadi.

“Apakah ada kaitannya dengan WTO? Saya pikir ada. Karena mereka kan sudah terikat dengan kesepakatan ini. Kenapa lagi mereka harus mempersoalkan itu di WTO?,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper