Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kenaikan suku bunga acuan bank sentral di berbagai negara bisa menimbulkan risiko resesi ekonomi global.
Dia menuturkan kenaikan harga komoditas telah membuat tekanan inflasi global. Sri Mulyani melihat berbagai negara inflasi selain tinggi, peningkatannya masih tinggi.
Menkeu mengatakan negara maju, seperti Inggris, Amerika Serikat, bahkan Eropa, terbiasa melihat inflasi dari beberapa bulan terakhir di atas 8 persen.
"Prediksi inflasi bisa mencapai dobel digit. Eropa memasuki winter [musim dingin], kebuhan energi pasti naik. Sementara itu, pasokan energinya menjadi terkendala karena perang Rusia vs Ukraina," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (26/9/2022).
Dia mengatakan pemerintah AS awalnya agak senang dengan penurunan inflasi ke 8,3 persen. Namun, inflasi inti atau Core Inflation ternyata masih sangat tinggi.
Sri Mulyani mengatakan saat ini hampir semua negara melakukan respons kebijakan dengan menaikkan suku bunga atau policy rate dan melaukan pengetatan likuiditas.
Baca Juga
Beberapa contohnya, Inggris yang menaikkan suku bunga menjadi 2,25 persen atau melonjak 200 basis poin (bps)selama 2022. Suku bunga AS atau Fed Funds Rate [FFR] sudah mencapai 3,25 persen.
"Tren kenaikan suku bunga Eropa sudah 100 Bps. Ini kenaikan yang sangat ekstrem, mengingat Eropa negara yang sangat rendah policy rate," imbuhnya.
Untuk negara berkembang atau emerging markets, dia mengatakan Brasil naik 450 Bps selama tahun ini. Sementara suku bunga acuan Bank Indonesia baru saja naik ke level 4,25 persen.
Sri Mulyani mengatakan kondisi ini merupakan tren yang pasti menimbulkan dampak bagi pertumbuhan ekonomi.
"Bank Dunia menyampaikan kalau bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan secara bersama-sama, maka dunia akan mengalami resesi pada 2023," ujarnya.
Suka atau tidak, Sri Mulyani mengatakan kondisi ini sudah terjadi. Kenaikan suku bunga bank sentral, terutama di negara maju, secara cukup cepat ekstrem itu memukul pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
"Kita perlu antisipasi terhadap kinerja perekonomian dunia yang akan mengalami pelemahan akibat kenaikan suku bunga secara ekstrem," ucapnya.