Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Terima Harga Karbon Negara Berkembang Lebih Murah, Bahlil: Enak Aja!

Harga karbon di negara maju jauh lebih mahal, yakni US$100 dibandingkan negara berkembang yang dihargai dengan US$10.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam acara webinar Mid Year Economic Outlook 2022: Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahanan Geopolitik Pascapandemi di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam acara webinar Mid Year Economic Outlook 2022: Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahanan Geopolitik Pascapandemi di Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Bisnis.com, JAKARTA – Pembahasan terkait harga karbon di forum Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20 yang telah digelar pada 22-23 September 2022 masih belum menemukan titik terang. 

“Menyangkut karbon, kita tidak mengalami kesepakatan tentang harga,” kata Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers Perkembangan Investasi 2022, Senin (26/9/2022).

Bahlil dalam pertemuan World Economic Forum (WEF) Annual Meeting 2022 di Davos, Swiss pada Mei 2022 sempat memberikan masukan terkait Perjanjian Paris. Pasalnya, dia melihat adanya ketidakadilan harga karbon antara negara maju dan negara berkembang. 

Bahlil mengungkapkan harga karbon di negara maju jauh lebih mahal, yakni US$100 dibandingkan negara berkembang yang dihargai dengan US$10. Padahal, menurut Bahlil, sumber karbon paling besar justru berada di negara berkembang, yang memang memiliki potensi dan sumber daya seperti gambut, mangrove, karang, hingga area hutan yang masih alami.

Lebih lanjut Bahlil menjelaskan alasan mengapa harga karbon negara maju jauh lebih mahal dibandingkan negara berkembang.

“Pandangan mereka simpel. Konon cerita untuk mendapatkan karbon itu butuh biaya yang tinggi untuk menanam karena hutan mereka udah habis. Jadi biaya  HPP untuk mendapatkan karbon mereka lebih mahal ketimbang negara  berkembang. Kita kan kalau dapat karbon nggak perlu nanam terlalu banyak karena sudah ada duluan,” jelas dia.

Cara pandang tersebut tentunya ditentang Bahlil. Dia menilai, alasan tersebut hanyalah akal-akalan negara maju saja sehingga dia menyebutkan hal tersebut sebagai standar ganda.

“Dulu  hutan mereka sudah babat duluan, siapa suruh mereka babat duluan? Sekarang kita  nggak babat mau harga kita murah. Enak aja,” ujarnya.

Meski isu tersebut tetap akan dibawa pada KTT November nanti, tetapi Bahlil belum bisa memberikan jaminan lantaran perdebatan yang cukup sengit terkait hal tersebut.

“Tapi apakah dapat membawa kesepakatan saya belum bisa memberikan jaminan karena perdebatannya sangat kencang sekali,” pungkasnya.

Adapun isu terkait harga karbon tetap menjadi isu untuk G20 India mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper