Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan farmasi memulai langkah awal upaya substitusi impor bahan baku obat (BBO). PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) dan PT Phapros Tbk. (PEHA) menjadi sejumlah emiten yang sudah mulai menggunakan BBO lokal dalam memproduksi obat-obatan.
Sesuai dengan rencana pemerintah, pelaku industri farmasi diharapkan mengganti bahan baku obat dari impor menjadi lokal mulai September 2022 sebagai upaya substitusi impor yang sedang diupayakan pemerintah.
Pada tahap awal, penggunaan BBO lokal oleh perusahaan-perusahaan farmasi masih dalam jumlah kecil.
Kalbe Farma, misalnya. Direktur Utama Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan perusahaan berkode saham KLBF tersebut saat ini penggunaan BBO masih rendah. Namun, akan mengakselerasi penggunaan BBO lokal dalam kurun 5 tahun ke depan.
"Saat ini jumlah BBO yang digunakan masih rendah. Namun, diperkirakan dalam jangka panjang 5 tahun ke depan bisa meningkat. Saat ini juga masih dicari alternatif sumber bahan baku lokalnya," ujarnya kepada Bisnis.com, Jumat (23/9/2022).
Perusahaan, sambungnya, sudah menjajaki kerja sama suplai bahan baku obat dengan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) serta pemasok dari luar negeri agar mau menanamkan investasi di Tanah Air untuk memproduksi bahan baku jenis kimia.
Baca Juga
Sementara untuk BBO jenis biologi, Kalbe Farma sebelumnya telah menginvestasikan modal untuk pembangunan pabrik untuk produk bioteknologi pada 2018 lalu di Cikarang dan sudah beroperasi secara komersial.
Perlu diketahui, pada Juni 2022 lalu sejumlah perusahaan farmasi berkomitmen utk memasifkan penggunaan BBO lokal sejalan dengan upaya pemerintah mengupayakan substitusi impor bahan baku obat-obatan.
Perusahaan tersebut antara lain, PT Dexa Medica, PT Dipa Pharmalab, PT Phapros Tbk. (PEHA), PT Novell Pharmaceutical Laboratories, PT Pertiwi Agung, PT Otto Pharmaceutical, PT Lapi Laboratories, dan PT Meprofarm.
Selain KLBF, emiten farmasi PT Phapros Tbk. (PEHA) juga sudah mulai memproduksi obat menggunakan bahan baku lokal. PEHA menggaet perusahaan joint venture PT Kimia Farma Tbk. Dan PT Sungwun Pharmacopia Indonesia sebagai pemasok bahan baku.
Sekretaris Perusahaan PEHA Mila Akbar mengatakan produk yang menggunakan bahan baku obat (BBO) lokal saat ini berada dalam beberapa tahap, mulai dari yang sudah dirilis, fase registrasi, hingga masih proses percobaan di laboratorium.
"Kami sudah menggunakan beberapa bahan baku produksi dalam negeri. Ada yang sudah launching, sedang registrasi produk, dan ada juga yang masih proses trial laboratorium," kata Mila kepada Bisnis.
Adapun, produk obat-obatan yang menggunakan bahan baku lokal terdiri atas 2 jenis, antara lain tablet dan injeksi. Selain itu, perusahaan juga memiliki produk berupa alat kesehatan bone graft dengan menggunakan bahan baku dalam negeri.
"Untuk sumber bahan baku kami bekerjasama dengan industri BBO dalam negeri. Ada yang dengan Kimia Farma sungwun, ada juga yg dgn perusahaan farmasi lain," ujarnya.
Sekadar informasi, PT Phapros Tbk. Diakuisisi oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. (KAEF) pada 2019 silam. Dengan komposisi pemegang saham yaitu 80,67 persen Kimia Farma dan 19,33 persen Sungwun Pharmacopia Co Ltd.
Rencana masifikasi BBO lokal tersebut merupakan ambisi pemerintah bersama PT Bio Farma (Persero), induk dari dua emiten farmasi, PT Indofarma Tbk. (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), dalam menurunkan impor BBO hingga 20 persen dalam 4 tahun ke depan.
Saat ini, persentase impor BBO saat ini masih di angka 90 persen.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir membeberkan pemerintah sudah memiliki peta jalan produksi sebanyak 24 BBO di dalam negeri. Dari 24 BBO, sebanyak 12 di antaranya sudah berhasil diproduksi.
Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan potensi bisnis farmasi dengan pemanfaatan BBO lokal memang cukup besar. Hal itu dinilai tidak lepas dari persediaan bahan baku yang berlimpah.
"Potensi bisnis farmasi dengan bahan baku lokal cukup besar karena Indonesia memiliki biodiversitas terbesar di dunia yang berarti sumber bahan baku obat alami berlimpah," kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (20/9/2022).
Selain itu, sambungnya, kemunculan produsen obat-obatan lokal, terutama obat herbal, dalam beberapa tahun terakhir menjadi indikator kekayaan bahan baku lokal.
Namun demikian, dia juga melihat sejumlah tantangan. Pertama, sebagian riset, uji klinis, dan pendaftaran paten dilakukan di luar negeri. Kedua, investasi pengolahan farmasi memerlukan dana yang tidak kecil.
"Perlu kepastian hukum dan insentif yang menarik bagi kerjasama perusahaan asing dan lokal disektor farmasi," kata Bhima.
Ketiga, ada keterbatasan sumber saya manusia (SDM), khususnya yang menguasai teknologi farmasi modern. Keempat, dukungan melalui pengadaan barang pemerintah pusat dan daerah cukup rendah.