Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Farmasi PEHA Produksi Obat Berbahan Baku Lokal, Dari Kimia Farma Sungwun

Emiten farmasi berambisi menurunkan impor bahan baku obat (BBO) hingga 20 persen dalam empat tahun ke depan.
Produksi obat berbahan baku lokal./ilustrasi
Produksi obat berbahan baku lokal./ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA -- Emiten farmasi PT Phapros Tbk. (PEHA) mulai memproduksi obat menggunakan bahan baku lokal. PEHA menggaet perusahaan joint venture PT Kimia Farma Tbk. Dan PT Sungwun Pharmacopia Indonesia sebagai pemasok bahan baku. 

Sekretaris Perusahaan PEHA Mila Akbar mengatakan produk yang menggunakan bahan baku obat (BBO) lokal saat ini berada dalam beberapa tahap, mulai dari yang sudah dirilis, fase registrasi, hingga masih proses percobaan di laboratorium. 

"Kami sudah menggunakan beberapa bahan baku produksi dalam negeri. Ada yang sudah launching, sedang registrasi produk, dan ada juga yang masih proses trial laboratorium," kata Mila kepada Bisnis, Selasa (20/9/2022). 

Adapun, produk obat-obatan yang menggunakan bahan baku lokal terdiri atas 2 jenis, antara lain tablet dan injeksi. Selain itu, perusahaan juga memiliki produk berupa alat kesehatan bone graft dengan menggunakan bahan baku dalam negeri. 

"Untuk sumber bahan baku kami bekerjasama dengan industri BBO dalam negeri. Ada yang dengan Kimia Farma sungwun, ada juga yg dgn perusahaan farmasi lain," ujarnya. 

Sekadar informasi, PT Phapros Tbk. adalah perusahaan farmasi yang merupakan anak perusahaan PT Kimia Farma Tbk. yang saat ini menguasai saham sebesar 56,7 persen dan sisanya dipegang oleh publik termasuk karyawan.

Sementara itu, PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia merupakan kerja sama dengan skema joint venture antara PT Kimia Farma (Persero) Tbk dengan PT Sungwun Pharmacopia Indonesia sebagai perwakilan dari Sungwun Pharmacopia Co Ltd dari Korea Selatan.

Komposisi pemegang saham yaitu 80,67 persen PT Kimia Farma (Persero) Tbk dan 19,33 persen Sungwun Pharmacopia Co Ltd.

Sesuai dengan rencana pemerintah, PT Phapros Tbk. (PEHA) dan beberapa pelaku industri farmasi lain harusnya memang sudah mengganti bahan baku obat dari impor menjadi lokal mulai September 2022.

Pada Juni 2022 lalu, beberapa perusahaan di industri farmasi telah menyampaikan komitmen untuk mengganti BBO impor menjadi lokal yang ditargetkan bisa dilakukan secara masif pada September 2022.

Perusahaan tersebut antara lain, PT Dexa Medica, PT Dipa Pharmalab, PT Phapros Tbk. (PEHA), PT Novell Pharmaceutical Laboratories, PT Pertiwi Agung, PT Otto Pharmaceutical, PT Lapi Laboratories, dan PT Meprofarm.

Adapun, rencana tersebut merupakan ambisi pemerintah bersama PT Bio Farma (Persero), induk dari dua emiten farmasi, PT Indofarma Tbk. (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk. (KAEF), berambisi menurunkan impor bahan baku obat (BBO) hingga 20 persen dalam empat tahun ke depan.

Saat ini, persentase impor BBO saat ini masih di angka 90 persen. Sebelumnya, Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir membeberkan pemerintah sudah memiliki peta jalan produksi sebanyak 24 BBO di dalam negeri. Dari 24 BBO, sebanyak 12 di antaranya sudah berhasil diproduksi.

Menanggapi hal itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan potensi bisnis farmasi dengan pemanfaatan BBO lokal memang cukup besar. Hal itu dinilai tidak lepas dari persediaan bahan baku yang berlimpah. 

"Potensi bisnis farmasi dengan bahan baku lokal cukup besar karena Indonesia memiliki biodiversitas terbesar di dunia yang berarti sumber bahan baku obat alami berlimpah," kata Bhima kepada Bisnis, Selasa (20/9/2022). 

Selain itu, sambungnya, kemunculan produsen obat-obatan lokal, terutama obat herbal, dalam beberapa tahun terakhir menjadi indikator kekayaan bahan baku lokal.

Namun demikian, dia juga melihat sejumlah tantangan. Pertama, sebagian riset, uji klinis, dan pendaftaran paten dilakukan di luar negeri. Kedua, investasi pengolahan farmasi memerlukan dana yang tidak kecil.

"Perlu kepastian hukum dan insentif yang menarik bagi kerjasama perusahaan asing dan lokal disektor farmasi," kata Bhima. 

Ketiga, ada keterbatasan sumber saya manusia (SDM), khususnya yang menguasai teknologi farmasi modern. Keempat, dukungan melalui pengadaan barang pemerintah pusat dan daerah cukup rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rahmad Fauzan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper