Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan terdapat 14 proyek fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) yang tengah dikembangkan di Indonesia dengan target operasi maksimal 2030 mendatang.
“Saat ini terdapat 14 proyek CCS/CCUS di Indonesia, tetapi semuanya masih dalam tahapan studi persiapan, tapi semuanya ditarget dapat operasi sebelum 2030,” kata Arifin saat membuka "The 46th IPA Convention & Exhibition" di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Arifin menuturkan salah satu proyek yang dapat segera diimplementasikan adalah Tangguh Enhanced Gas Recovery (EGR). Dia mengatakan proyek itu ditargetkan dapat mengurangi buangan karbon sekitar 25 juta ton dengan ikut mengerek produksi di atas 300 BSCF sampai 2035 mendatang.
“Tangguh EGR/CCUS dapat menjadi percontohan dari pengembangan gas ke depan di Indonesia,” kata dia.
Saat ini, Arifin menambahkan, kementeriannya tengah mematangkan peraturan menteri terkait dengan CCS/CCUS tersebut. Pada tahap awal, dia mengatakan, fokus pematangan berkaitan dengan regulasi CCS/CCUS untuk Enhanced Oil Recovery, Enhanced Gas Recovery or Enhanced Coal Bed Methane dalam wilayah kerja minyak dan gas (Migas).
“Kami masih memfinalisasi draf dan regulasi tersebut sebagai salah satu prioritas,” kata dia.
Baca Juga
Adapun ke-14 proyek pengembangan fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) itu tersebar dari Arun, Sakakemang, Central Sumatera Basin Hubs, Coal to DME+ yang dikembangkan Pertamina & Chiyoda Corp, Ramba, Gundih, East Kalimantan & Sunda Asri Basin Hubs, CCU to Metahnol RU V Balikpapan, Sukowati, Abadi, Blue Ammonia yang dikembangkan Panca Amara Utama bersama dengan Jogmec, Mitsubhisi & ITB, Tangguh.
Sementara terdapat dua lapangan yang masih studi lebih lanjut di kawasan Jawa Timur yang dikembangkan Pertamina dan Chevron dan fasilitas di Kalimantan Timur yang dikembangkan Kaltim Parna Industri bersama dengan ITB.
Saat ini terdapat tiga potensi kerja sama CCS/CCUS yaitu pertama, pengembangan CCS/CCUS hub & clustering regional Co2 management di mana beberapa emisi dengan 'hub' sumber emisi CO2 yang terhubung dengan beberapa 'clustered' penyerap CO2 di suatu wilayah.
Kedua, pengembangan pemanfaatan CO2 untuk menghasilkan methanol dan ketiga, pengembangan blue hydrogen dan blue ammonia + CCS.
Kerja sama pengembangan CCS/CCUS dalam kegiatan usaha migas merupakan salah satu bagian dari regulasi CCS/CCUS yang saat ini tengah digodok dan diharapkan dapat secepatnya rampung. Ruang lingkup regulasi ini terdiri dari aspek teknis, skenario bisnis, aspek hukum dan aspek ekonomi.
Hal-hal yang diatur dalam aspek teknis, antara lain penangkapan, transportasi, injeksi, penyimpanan dan monitoring, pengukuran, pelaporan dan verifikasi (monitoring dan MRV). Selain itu, penetapan tujuan, spesifik lokasi, berdasarkan standar acuan dan praktek engineering (keteknikan) yang baik.
Skenario bisnis, antara lain berdasarkan kontrak bagi hasil blok migas, sumber emisi CO2 tidak hanya berasal dari migas tetapi juga dari industri-industri lainnya melalui b to b dengan Kontraktor Migas.
Aspek lainnya adalah hukum, seperti proposal CCS/CCUS sebagai bagian dari rencana pengembangan lapangan (PoD), pengalihan tanggung jawab dan sebagainya.
Sedangkan aspek ekonomi, antara lain mengatur potensi pendanaan pihak ketiga, potensi monetisasi kredit karbon berdasarkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021, serta pemisahan kredit karbon dalam kontrak bagi hasil.