Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance atau Indef memperkirakan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM akan mendorong inflasi secara langsung pada bulan September, bahkan dapat membuat inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) naik hingga 7,7 persen.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan pihaknya, kenaikan harga BBM tetap akan meningkatkan inflasi. Meskipun terdapat penyaluran bantuan sosial senilai Rp24,7 triliun, lonjakan inflasi tetap tidak terhindarkan.
"Inflasi tahunan [2022] bisa mencapai 7,7 persen," ujar Ahmad dalam diskusi publik Indef bertajuk Dampak Kenaikan Harga BBM dan Isu Penghapusan Daya Listrik 450 VA, Rabu (21/9/2022).
Indef memperkirakan bahwa akan terjadi kenaikan inflasi 1,86 persen pada September 2022, bulan terjadinya kenaikan harga BBM. Dampaknya akan tetap terasa dalam beberapa bulan setelahnya, yakni penambahan inflasi 1,2 persen pada Oktober 2022, 0,8 persen pada November 2022, dan 0,9 persen pada Desember 2022.
Dia menyebut bahwa lonjakan inflasi mulai dari September 2022 bukan hanya memengaruhi inflasi tahunan secara signifikan, tetapi juga berpotensi masih berdampak pada inflasi bulan-bulan awal 2023.
"Hal tersebut perlu diwaspadai oleh pemerintah," imbuhnya.
Baca Juga
Indef menilai bahwa dampak inflasi dari kenaikan harga BBM tidak boleh dipandang remeh. Apalagi, lanjutnya, garis kemiskinan dapat meningkat jika laju inflasi naik tinggi.
Dengan demikian, terdapat risiko tingkat kemiskinan akan kembali meningkat pasca pemerintah menaikkan harga BBM subsidi pada 3 September 2022.
"Tingkat kemiskinan akan meningkat lagi pada September 2022, bahkan berpotensi melebihi tingkat kemiskinan waktu pandemi Covid-19," kata Ahmad.