Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Berlalu, Oyo Hotels Bangkitkan Kembali Rencana IPO Awal 2023

Oyo mengajukan dokumen baru pada Senin (19/9/2022) dan menargetkan IPO pada awal 2023.
OYO Hotels & Homes/Istimewa
OYO Hotels & Homes/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Startup asal India yang sempat populer, Oyo Hotels, kembali merealisasikan niat penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) setelah memangkas kerugian melalui pemotongan biaya dan pemulihan berkelanjutan.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (19/9/2022), perusahaan yang menyediakan jasa penginapan dan pemesanan hotel itu mengajukan dokumen baru pada Senin (19/9/2022) dan menargetkan IPO pada awal 2023, dengan asumsi pasar saham India bertahan dan kondisi ekonomi membaik.

Oyo, yang secara resmi dikenal sebagai Oravel Stays Ltd., sedang bekerja secara internal menuju rencana IPO pada Januari dan para eksekutif didorong oleh meningkatnya permintaan.

Sebelumnya, Oyo telah mengajukan dokumen IPO pertamanya pada 2021, tetapi rencana tersebut ditunda awal tahun karena pandemi Covid-19 menghambat pertumbuhan dan memaksa perusahaan melakukan PHK terhadap ribuan karyawan.

Kini, perusahaan melampirkan kondisi keuangan terbaru dalam prospektus IPO tambahan pada Senin, yang menunjukkan kerugian telah menurun dan penjualan pulih pada kuartal I dan II/2022.

Founder dan Chief Executive Officer (CEO) Oyo Hotels & Homes Ritesh Agarwal mengungkapkan di acara SoftBank World 2019 di Tokyo, Jepang, pada 18 Juli 2019 lalu, bahwa perusahaan menggunakan data untuk mengevaluasi properti dalam waktu kurang dari lima hari. Sebuah proses yang akan memakan waktu berbulan-bulan untuk sebuah hotel tradisional.

Namun, bagi startup justru itu akan memunculkan peluang bisnis. “Itu memungkinkan startup untuk menambah sekitar 90.000 kamar baru setiap 90 hari, dengan total 1,1 juta,” kata Argawal.

Kini, startup ini fokus pada empat wilayah utama, yaitu India, Malaysia, Indonesia, dan Eropa. Oyo telah mengurangi aktivitas di pasar yang sebelumnya dianggap penting, seperti Amerika Serikat (AS) dan China.

Namun, Oyo yang bernilai US$9 miliar berdasarkan CB Insights, diperkirakan mengalami kesulitan mencapai IPO karena sentimen investor yang cepat terkikis. Namun, perusahaan bertekad untuk menekan biaya dan meningkatkan profitabilitas sehingga dapat menarik kembali investor, menurut Manav Thadani, salah satu pendiri dan ketua konsultan industri perhotelan Hotelivate.

“Tidak ada yang mengharapkan perubahan haluan setelah serangkaian tantangan terkait Covid menjadi begitu cepat dan kuat. Senang melihat mereka menghentikan ekspansi di China dan AS dan sekarang menargetkan ceruk pasar. Mereka fokus pada kinerja,” kata Thadani.

Oyo dan pendiri Ritesh Agarwal berupaya mengejar target IPO setelah serangkaian kemunduran mencoba mengubah industri hotel dan penginapan.

Pendiri SoftBank Group Corp. Masayoshi Son menjadi investor awal Oyo dan kini memiliki sekitar 47 persen saham startup yang berbasis di Gurgaon ini. Sementara itu, Agarwal memiliki sekitar 30 persen saham.

Oyo mengajukan dokumen awal yang disebut Draft Red Herring Prospectus (DRHP) untuk IPO senilai US$1,1 miliar September lalu dan belum dihapuskan setelah 12 bulan. Awal tahun ini, mereka mengajukan dokumen tambahan dan meminta persetujuan regulator.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper