Bisnis.com, JAKARTA – Lebih dari 90 persen kebutuhan kedelai Indonesia masih dipenuhi dari impor yang berasal dari beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Argentina.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan rendahnya volume produksi kedelai per hektare disinyalir memicu para petani beralih ke jagung. Hal ini berdampak pada tingginya impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan nasional, bahkan hingga mencapai di atas 90 persen.
“Kenapa kedelai selama ini kita tinggalkan dan melakukan importasi yang sangat besar, lebih dari 90 persen, padahal kita makan tempe tahu, itu karena selama ini petani lebih tertarik menanam jagung,” Syahrul dalam konferensi pers usai melakukan rapat internal terbatas yang disiarkan di Youtube Sekretariat Presiden, Senin (19/9/2022).
Sebagai gambaran, dalam ukuran satu hektare (ha), petani dapat memanen 6-7 juta ton jagung, sedangkan bila menanam kedelai hanya menghasilkan 1,5-2 juta ton.
Dari gambaran tersebut jelas lebih menguntungkan petani bila mereka menanam jagung ketimbang kedelai, yang mana harganya sama-sama di kisaran Rp5.000 per kg.
Pemerintah pun melakukan sejumlah upaya untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menanam bibit varietas yang lebih unggul, bahkan apabila diperlukan menggunakan bibit produk rekayasa genetik atau genetically modified organism (GMO) maupun bibit impor.
“Menggunakan GMO kalau perlu, menggunakan bibit impor kalau perlu dan tentu mempersiapkan bibit-bibit nasional atau lokal dengan varietas tinggi,” ujar Syahrul.
Dengan penggunaan varietas yang lebih unggul ini, diharapkan produksi kedelai di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.
“Selama ini kedelai misalnya hanya [menghasilkan] 1,5 sampai 2 ton per hektare. Diharapkan kita bisa mendapatkan varietas yang mampu [berproduksi] di atas 3 sampai 4 ton per hektare,” ujarnya.
Untuk mendorong minat petani untuk menanam kedelai pemerintah akan memberikan kepastian harga dengan menetapkan harga beli. Pemerintah juga mendorong badan usaha milik negara (BUMN) untuk membeli hasil panen para petani.
“Bapak Presiden mengatakan, oke impor memang harus dilakukan tapi sepanjang bisa ditanam maksimal, maka tanam sebanyak-banyaknya dan beli yang ditanam oleh rakyat, tentukan harganya agar rakyat bisa kembali tertarik menanam kedelai,” ujarnya.
Syahrul menambahkan, pihaknya juga tengah menyiapkan lahan untuk pengembangan kedelai hingga mencapai 351.000 hektare yang akan mulai penanaman di Oktober mendatang.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon) Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Presiden Jokowi menekankan bahwa penetapan harga beli diperlukan agar petani tidak dirugikan.
“Presiden ingin agar kedelai itu tidak 100 persen tergantung pada impor. Salah satu arahan beliau adalah harganya dibuat agar petani tidak dirugikan. Jadi untuk mencapai harga itu nanti ada penugasan daripada BUMN agar petani bisa memproduksi,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis Sekretariat Kabinet, Senin (19/9/2022).
Terkait pengembangan area tanam kedelai, Menko Ekon mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan anggaran sekitar Rp400 miliar.
“Langkah berikut yang sudah disiapkan oleh anggaran pemerintah itu untuk perluasan ke 300.000 hektare, anggarannya sekitar Rp400 miliar. Dan tahun depan akan ditingkatkan dari 300.000 menjadi 600.000 hektare,” ujar Airlangga.