Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korporasi China Pangkas Penerbitan Obligasi Dolar AS, Ini Penyebabnya

Nilai penerbitan obligasi global berdenominasi dolar AS oleh perusahaan China merosot 46 persen menjadi US$101 miliar sepanjang 2022.
Seorang pejalan kaki melewati depan Gedung Peoples Bank of China/ Bloomberg
Seorang pejalan kaki melewati depan Gedung Peoples Bank of China/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah perusahaan di China mencatat penurunan penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS tahun ini. Hal ini disebabkan krisis utang sektor properti dan kenaikan suku bunga acuan yang telah menggerus pembiayaan perusahaan.

Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (15/9/2022) nilai penerbitan obligasi oleh perusahaan China merosot 46 persen menjadi US$101 miliar. Bahkan, perusahaan China mengalami penurunan terbesar untuk periode yang sama tahun-tahun sebelumnya.

Bahkan, penurunan ini lebih besar dibandingkan negara lain di dunia. Secara global, penerbitan surat utang dalam dolar AS turun 30 persen, sedangkan perusahaan-perusahaan di Kawasan Asia Pasifik tidak termasuk China mencatat penurunan 25 persen sepanjang 2022.

Penurunan penerbitan obligasi ini sejalan dengan tren global, khususnya karena perusahaan Beijing hingga Sao Paulo semakin menghindari pasar surat utang dolar AS. Hal ini akibat akibat melonjaknya suku bunga dan menguatnya dolar AS, sejalan dengan langkah Federal Reserve memperketat kebijakan moneter guna melawan inflasi.

Meski demikian, penerbitan obligasi perusahaan-perusahaan China di dalam negeri masih menonjol. Pemangkasan suku bunga oleh bank sentral telah membantu menurunkan biaya pembiayaan lokal ke rekor terendah sementara otoritas moneter di tempat lain di dunia melakukan pengetatan.

Ekonom pasar negara berkembang Absolute Strategy Research Ltd Adam Wolfe mengatakan, saat ini lebih murah bagi korporasi untuk menerbitkan surat utang dalam yuan daripada dolar AS, sehingga perusahaan berorientasi ekspor yang memperoleh pendapatan dalam dolar AS beralih ke pembiayaan yuan.

Seperti diketahui, siklus pengetatan the Fed telah membebani penjualan surat utang global karena suku bunga melonjak. Bank Sentral Eropa juga baru melakukan kenaikan suku bunga terbesar, menjelang pertemuan Fed mendatang.

Penerbitan obligasi dolar global melonjak pekan lalu, didorong oleh penerbitan dari sejumlah perusahaan Jepang. Hal ini karena korporasi berlomba untuk berpacu dengan potensi biaya yang lebih tinggi.

Tetapi perusahaan China, yang menerbitkan 38 persen dari total penerbitan obligasi dolar tahun ini di Asia, telah menjual sekitar 10 persen dari keseluruhan bulan ini.

Di sisi lain, penerbitan obligasi berdenominasi yuan telah melampaui surat utang dolar AS dalam beberapa bulan terakhir di tengah serangkaian kebijakan pendanaan termurah yang pernah ada di dalam China.

Otoritas termasuk People's Bank of China (PBOC) telah meningkatkan upaya untuk mendukung ekonomi yang lesu akibat kebijakan Covid-Zero dan krisis perumahan yang memburuk.

Kepala Analisis kredit Asia Pasifik Deutsche Bank AG Owen Gallimore mengatakan tidak berharap tren penerbitan obligasi ini bisa berbalik dalam jangka pendek.

"Kami tidak mengharapkan pembalikan tren dalam jangka pendek karena perbedaan dalam kebijakan PBOC dan Fed akan berlanjut," tutup Owen Gallimore.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper