Bisnis.com, JAKARTA - Ombudsman RI menyoroti deretan kebijakan Kementerian Perdagangan terkait minyak goreng yang justru merugikan pelaku usaha dan rakyat. Sebab, akibat kebijakan tersebut ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terhambat dan minyak goreng langka dan mahal di pasaran.
Anggota Ombdusman Yeka Hendra Fatika mengatakan dalam menangani permasalahan penyediaan dan stabilisasasi harga komoditas minyak goreng telah terbit tujuh Peraturan Menteri Perdagangan, dua Keputusan Menteri Perdagangan, dan satu Keputusan Direktur Jenderal.
Menurutnya, banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng tersebut.
Namun, aturan itu tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat, sehingga menimbulkan kerugian pelaku usaha dan masyarakat.
“Hal ini menandakan bahwa proses perencanaan dan penyusunan peraturan tersebut tidak dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan peraturan perundangundangan dengan menerapkan ‘asas dapat dilaksanakan’, ‘asas kedayagunaan dan kehasilgunaan’, ‘asas keterbukaan’, dan ‘asas keadilan’,” ujar Yeka dalam keterangan pers virtual, Selasa (13/9/2022).
Yeka juga meminta pemerintah untuk melakukan reformulasi terhadap kebijakan domestic market obligation (DMO). Pasalnya, Kebijakan DMO yang berlaku saat ini berdampak terhadap terhambatnya proses penerbitan persetujuan ekspor bagi pelaku usaha.
“Mengingat persetujuan ekspor bagi pelaku usaha baru dapat diterbitkan setelah proses validasi hingga konsumen akhir [penyerahan DMO 20 persen]. Hal ini jelas memperlambat ekspor stok CPO dalam negeri,” jelas Yeka.
Merespon temuan Ombudsman, praktisi hukum Hotman Sitorus berpendapat bahwa deretan kebijakan Kemendag termasuk kewajiban DMO 20 persen berdampak tidak adanya kepastian hukum bagi pelaku usaha.
Menurutnya, tuduhan korupsi PE minyak goreng pun berawal dari aturan pemerintah terkait dengan kewajiban DMO, dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO) atas komoditas CPO dan turunannya.
“Aturan tersebut, syarat mutlak bagi para produsen CPO, dan turunannya, untuk mendapatkan PE CPO dan turunannya ke luar negeri. Hal tersebut dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kelangkaan, dan pelambungan harga tinggi komoditas minyak goreng sejak akhir 2021 lalu,” kata dia, Selasa (13/9/2022).
Kejaksaan Agung sendiri menetapkan tersangka korupsi minyak goreng, yaitu Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag), Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, dan Lin Che Wei alias Weibinanto Halimdjati.