Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono memperkirakan tekanan inflasi IHK masih akan berlanjut, terutama didorong oleh masih tingginya harga energi dan pangan global.
Sejalan dengan itu, tekanan inflasi komponen inti pun diperkirakan akan terus meningkat, sebagai dampak dari kenaikan inflasi pangan, serta kenaikan harga BBM bersubsidi, di tengah membaiknya permintaan masyarakat.
“Inflasi inti dan ekspektasi inflasi diperkirakan berisiko meningkat akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi dan inflasi volatile food, serta semakin menguatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan,” katanya dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Jumat (2/9/2022).
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus 2022 mencatatkan deflasi sebesar 0,21 persen secara bulanan (month-to-month/mtm). Secara tahunan, tingkat inflasi pada periode tersebut tercatat mencapai 4,69 persen (year-on-year/yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 4,94 persen yoy.
BPS mencatat inflasi inti pada Agustus 2022 sebesar 0,38 persen mtm, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,28 persen mtm.
Peningkatan inflasi komponen inti terutama dipengaruhi oleh inflasi komoditas pada kelompok pendidikan, serta kontrak dan sewa rumah yang didorong kenaikan mobilitas masyarakat dan berlanjutnya proses pemulihan ekonomi.
Baca Juga
Di sisi lain, peningkatan inflasi inti tertahan oleh deflasi komoditas emas perhiasan seiring dengan pergerakan harga emas global.
Secara tahunan, inflasi inti pada Agustus 2022 tercatat mencapai 3,04 persen yoy, juga lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,86 persen yoy.
Pada konferensi pers Kamis (1/9/2022), Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono juga menyampaikan bahwa kenaikan harga BBM perlu mendapat perhatian.
Pasalnya, kenaikan harga BBM akan mendorong kenaikan inflasi yang lebih tinggi ke depan. Tidak hanya meningkatkan inflasi di sisi komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices), kenaikan harga komoditas ini juga akan memberikan dampak kenaikan harga pada sektor lainnya.
“karena komoditas ini memberikan multiplier yang cukup besar ke ekonomi. Kalau harga BBM naik, akan menyebabkan harga di beberapa sektor lain meningkat dan ini akan berdampak ke inflasi,” kata Margo.
Adapun, inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah pada Agustus 2022 tercatat sebesar 0,33% persen mtm, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,17 persen mtm.
Pendorong inflasi kelompok ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar rumah tangga dan tarif listrik, seiring dengan penyesuaian harga energi nonsubsidi. Di sisi lain, kenaikan juga tertahan akibat penurunan tarif angkutan udara sejalan dengan harga avtur menurun.
Secara tahunan, kelompok harga yang diatur pemerintah mencatatkan inflasi sebesar 6,84 persen yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 6,51 persen yoy. Lebih lanjut, pada komponen inflasi harga bergejolak (volatile food), tercatat deflasi sebesar 2,90 persen mtm.
Deflasi pada kelompok ini dipengaruhi oleh deflasi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah sejalan dengan peningkatan pasokan dari daerah sentra produksi. Di sisi lain, komoditas beras dan telur ayam ras masih mencatatkan inflasi seiring dengan berakhirnya masa panen dan peningkatan permintaan.
Secara tahunan, kelompok harga bergejolak mencatatkan inflasi sebesar 8,93 persen yoy, lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 11,47 persen yoy.