Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Pertalite, Ternyata Harga LPG yang Paling Besar Disubsidi Pemerintah

Setiap kg LPG,  konsumen mendapatkan subsidi Rp14.250 atau 77 persen dari harga keekonomian.
Pekerja menyusun tabung Liquified Petroleum Gas (LPG) di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Pekerja menyusun tabung Liquified Petroleum Gas (LPG) di Jakarta, Senin (20/6/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah sebelumnya telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp502 triliun pada APBN 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan, pemerintah semakin khawatir subsidi menipis. Pasalnya, harga Indonesia Crude Palm atau ICP naik dari US$100 per barel menjadi US$105 per barel.

"Jadi kalau bilang subsidi jangan dicabut, wong duitnya Rp502 triliun [sudah dianggarkan]. Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis (25/8/2022).

Dalam Konferensi Pers Tindak Lanjut Hasil Rakor Kemenko Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat hari ini Jumat (26/8/2022), Sri Mulyani mengungkapkan bahwa harga jual eceran BBM atau yang disubsidi pemerintah jauh lebih rendah dibandingkan harga keekonomiannya.

Jika dilihat lebih rinci, penyebab jebolnya anggaran subsidi dan kompensasi energi bukanlah Pertalite melainkan LPG 3 kg.

Sebagaimana diketahui, harga jual LPG 3 kg adalah Rp4.250 per kg.  Jika mengikuti harga ICP di US$105 per barel dan kurs di Rp14.700 per dolar AS, maka harga LPG 3 kg harusnya Rp18.500 per kg.

Itu artinya setiap kg LPG,  konsumen mendapatkan subsidi Rp14.250 atau 77 persen dari harga keekonomian.

"Jadi kalau setiap kali beli LPG 3kg, subsidinya adalah Rp42.750," ungkapnya.

Kemudian jika melihat harga solar, harga jual eceran yang ditetapkan oleh Pertamina hanya Rp5.150 per liter. Artinya, harga solar jauh di bawah yaitu hanya 37 persen dari harga riil keekonomiannya.

Dengan asumsi harga ICP US$105 dan kurs Rp14.700 per dolar AS, maka harga dari Solar harusnya berada di angka Rp13.950 per liter. Kendati demikian, harga yang dijual kepada masyarakat hanya 37 persennya, artinya masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi sebesar 63,1 persen dari harga keekonomian, yakni Rp8.800 per liternya.

Demikian halnya dengan Pertalite. Sri Mulyani menuturkan, harga Pertalite di masyarakat adalah Rp7.650 per liter. Jika mengacu pada ICP di US$105 dan kurs Rp14.700 per dolar AS maka harga Pertalite harusnya berada di angka Rp14.450 per liter. Itu artinya, 53 persen rakyat yang mengonsumsi dan menggunakan Pertalite setiap liternya mendapatkan subsidi Rp6.800 per liternya atau 47,1 persen dari harga keekonomian.

"Nah ini adalah kondisi yang memang waktu APBN memiliki kemampuan  untuk mensubsidi, mungkin dalam hal ini tidak ada masalah. Dan kebetulan APBN mendapatkan windfall profit Rp420 triliun. Coba kita lihat sekarang, situasi subsidi terhadap harga energi ini," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper