Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom UGM Sarankan Harga BBM Subsidi Tak Dinaikkan Tahun Ini

Kenaikan harga Pertalite dan Solar di mana saat ini proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti memicu inflasi.
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) santer terdengar, mulai dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut menyampaikan, pemerintah masih menghitung beberapa skenario penyesuaian subsidi dan kompensasi energi dengan memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat.

"Langkah yang disimulasikan termasuk skenario pembatasan volume," kata Luhut dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/8/2022).

Penyesuaian kebijakan dilakukan pemerintah guna merespon tingginya harga minyak mentah dunia yang mendorong meningkatnya gap harga keekonomian dan harga jual pertalite dan solar. Ini juga berdampak pada kenaikan subsidi dan kompensasi energi.

Sebagai informasi, APBN saat ini menanggung subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp502,4 triliun. Jika penyesuaian kebijakan tak diberlakukan, maka subsidi dan kompensasi energi dapat meningkat hingga lebih dari Rp550 triliun pada akhir tahun.

Menanggapi rencana tersebut, Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi menuturkan beban APBN untuk subsidi energi semakin membengkak, bahkan dapat mencapai di atas Rp600 triliun jika kuota Pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu kilo liter akhirnya jebol.

Meski demikian, dia menilai rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM subsidi tidak tepat jika dilakukan saat ini. Sebab, kenaikan harga Pertalite dan Solar di mana proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti akan memicu inflasi.

"Kalau kenaikkan Pertalite hingga mencapai Rp10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan  mencapai 0.97 persen, sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen (year-on-year/yoy)," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/8/2022).

Dia khawatir dengan inflasi sebesar itu, daya beli dan konsumsi masyarakat akan terpuruk sehingga dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.

"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Farid Firdaus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper