Bisnis.com, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meyakini pemerintah perlu bekerja ekstra keras agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini bisa optimal.
Sebab, kuartal ini diperkirakan tidak seperti kuartal II yang memiliki penyokong pertumbuhan ekonomi seperti Lebaran dan euforia normalisasi kegiatan ekonomi. Ekonomi Indonesia kuartal II/2022 tumbuh 5,44 persen year on year (yoy) jika dibandingkan kuartal II/2021.
Wakil Ketua Bidang Hubungan Internasional Kadin, Shinta W. Kamdani memprediksi tekanan global terhadap ekonomi nasional dalam bentuk laju kenaikan inflasi akan memberi tekanan terhadap ekonomi Indonesia. Belum lagi pelemahan ekonomi negara-negara mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan China.
“Potensi pelemahan nilai tukar yang meningkat seiring dengan potensi resesi di negara-negara rekan dagang utama seperti AS dan UE, bahkan Jepang dan China. Dan krisis suplai pangan dan energi yang membebani daya beli dan stabilitas makro ekonomi nasional kelihatannya masih akan terus berlangsung hingga akhir tahun,” ujar Shinta saat dihubungi, Senin (15/8/2022).
Shinta berharap ke depannya pemerintah tetap fokus memberikan stimulus ekonomi di pasar domestik baik dari sisi pasokan maupun dari sisi permintaan. Dari sisi suplai, menurut Shinta harus ada stabilitasi atau pelemahan nilai tukar serta harus ada dukungan-dukungan yang lebih baik dan maksimal dari pemerintah untuk meningkatkan kinerja produksi pangan dan energi.
“Kinerja produksi pangan dan energi di dalam negeri itu untuk mendiversifikasi atau mengurangi beban impor, peningkatan kinerja ekspor untuk menciptakan fiscal space yang lebih baik terhadap tekanan global dan tentu saja perlu peningkatan realisasi investasi untuk memastikan pertumbuhan ekonomi nasional tetap maksimal meski terdapat tekanan ekonomi global dan terjadi inflasi yang di atas rata-rata,” ungkap Shinta.
CEO Sintesa Group itu menambahkan dengan investasi, bukan hanya ruang fiskal yang terjaga, tapi juga daya beli masyarakat bisa didongkrak melalui penciptaan lapangan pekerjaan tanpa perlu subsidi dalam skala besar.
Selain itu, lanjut Shinta, dari sisi permintaan, perlu ada intervensi pemerintah dalam hal kendali inflasi dan harga jual pasar. Menurutnya, ini tidak berarti bahwa pemerintah harus mematok semua harga jual pasar. Sebab, langkah ini akan kontra produktif terhadap pertumbuhan pasar yang sehat.
Namun, kata dia, pemerintah perlu melakukan intervensi dari sisi kecukupan supply. Dia menilai hal tersebut akan efektif.
“Misalnya, subsidi harga jual untuk masyarakat kelas menengah bawah, memastikan kelancaran distribusi untuk mencegah kelangkaan atau penimbunan di pasar oleh oknum dan menciptakan sentimen pasar yang positif terhadap konsumsi sambil mencegah potensi panic buying,” tegasnya.