Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DIM RUU EBT, Skema skema Feed-in Tariff Diusulkan Masuk Pembahasan

Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendorong skema Feed-in Tariff (FiT) dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU EBT.
Petugas melakukan pengawasan dan pengecekan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi. Istimewa/PLN
Petugas melakukan pengawasan dan pengecekan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi. Istimewa/PLN

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) mendorong pemerintah untuk memberlakukan skema Feed-in Tariff (FiT) dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah atau DIM rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET) yang saat ini masuk dalam proses pendalaman setiap pasal hasil inisiatif parlemen.

Ketua Umum API Priyandaru Effendi mengatakan skema itu bakal mempercepat upaya pengembangan pembangkit listrik panas bumi yang saat ini terkendala dari sisi tarif yang ditetapkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Menurut Priyandaru, tarif yang ditetapkan berdasarkan kemampuan PLN itu tidak mampu menutupi biaya proyek pengembangan pembangkit berbasis panas bumi tersebut.

“Kita dalam posisi tidak ingin negosiasi business to business (B2B) dengan PLN tapi langsung saja penugasan untuk mempercepat pengembangan karena negosiasi akan memakan waktu,” kata Priyandaru saat dihubungi, Kamis (11/8/2022).

Dengan FiT itu, Priyandaru mengatakan, setiap daerah yang melakukan pelelangan proyek sudah menetapkan harga untuk perjanjian jual beli tenaga listrik atau power purchase agreement di depan kontrak. Dengan demikian, keekonomian proyek panas bumi dapat lebih terjamin untuk pengembangan industri energi bersih lebih cepat dan efisien.

“Kita tidak perlu negosiasi dengan PLN itu bisa mengurangi waktu pengembangan rata-rata sekarang kan 10 sampai 12 tahun, normalnya bisa dicapai 7 tahun,” tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah membahas 543 daftar inventarisasi masalah (DIM) rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (RUU EB-ET) bersama dengan pemangku kepentingan terkait hingga dua pekan ke depan.

Pembahasan DIM itu sebagai tindaklanjut dari RUU EB-ET yang telah disampaikan parlemen kepada pemerintah pada 29 Juni 2022 lalu. Adapun, eksekutif memiliki tenggat waktu hingga 27 Agustus 2022 untuk menyampaikan DIM atas RUU yang menjadi inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tersebut.

“Masukan yang kami terima dari stakeholder DIM-nya sudah lumayan tebal per tadi malam sudah 543 item yang nanti akan kita bahas bersama,” kata Dadan dalam FGD Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global, Jakarta, Kamis (11/8/2022).

Dia berharap undang-undang EB-ET itu nantinya dapat mengakselerasi upaya peningkatan bauran energi bersih di dalam negeri. Selain itu, undang-undang itu didorong untuk menciptakan pasar energi bersih di industri domestik.

Selain sebagai payung hukum dan fungsi sektoral pengembangan EB-ET, Kementerian ESDM belakangan bakal mengusulkan undang-undang itu akan menjadi lex specialis atau ikut bersifat khusus untuk mengatur beberapa muatan hukum yang bertentangan dengan undang-undang yang lain.

Misalkan, dia mencontohkan, penggunaan sumber daya air di kawasan konservasi yang masih dilarang di dalam Undang-Undang No. 17/2019 Tentang Sumber Daya Air.

“Kita akan usulkan supaya ini bisa dilepas untuk mendorong pemanfaatan sumber daya air untuk pengembangan energi baru dan terbarukan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper