Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto blak-blakan mengatakan molornya pembahasan rancangan undang-undang energi baru dan energi terbarukan (EB-ET) disebabkan karena politik energi fosil yang begitu kuat di industri energi nasional.
Rancangan inisiatif undang-undang yang dimulai parlemen itu sebelumnya ditarget rampung pada akhir 2021. Hanya saja rancangan EB-ET itu baru diserahkan ke eksekutif pada 29 Juni 2022 lalu. Belakangan pemerintah memiliki tenggat 27 Agustus 2022 untuk menyampaikan daftar inventarisasi masalah atau DIM atas inisiatif undang-undang DPR tersebut.
“Komisi VII akan segera menyusun UU energi baru energi terbarukan, tidak pernah sampai, mohon maaf, karena politik kita hari ini adalah politik fosil,” kata Sugeng dalam FGD Kemerdekaan Energi di Tengah Krisis Global, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Ihwal politik fosil itu, Sugeng menerangkan, sebagian besar tokoh-tokoh besar politik di Indonesia memiliki bisnis dan kepentingan dengan komoditas batu bara.
“Kita hari hari ini adalah politik yang digerakkan oleh batu bara, betul tokoh-tokoh besar politik itu semuanya adalah batu bara,” kata dia.
Kendati demikian, dia optimis, RUU EB-ET yang sudah disampaikan ke pemerintah itu dapat segera rampung atau disahkan menjadi undang-undang dalam waktu dekat. Menurut dia, kesadaran masyarakat untuk energi bersih sudah mulai tumbuh di tengah krisis energi saat ini.
Baca Juga
“Semuanya sekarang sepakat agar masuk ke EBT, dengan payung undang-undang energi baru energi terbarukan,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan realisasi investasi pada sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) baru mencapai US$0,67 miliar hingga Juni 2022. Torehan itu sekitar 16,9 persen dari target investasi yang dipatok mencapai US$3,97 miliar pada tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan rendahnya torehan investasi itu disebabkan karena program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang belum dapat berjalan optimal. Selain itu, Dadan mengatakan, dampak pandemi Covid-19 juga masih mengoreksi rencana investasi pada program pengembangan energi berkelanjutan tersebut.
“Program PLTS Atap yang belum bisa berjalan dengan baik, masih ada beberapa isu antara lain terkait besaran kapasitas PLTS Atap yang bisa dipasang, yang masih dicari titik temu-nya dengan PLN,” kata Dadan kepada Bisnis, Selasa (28/6/2022).
Berdasarkan data milik Kementerian ESDM per Juni 2022, capaian investasi sektor Bioenergi yang terdiri dari PLT Bioenergi dan Pabrik Biodiesel sebesar sekitar US$36 juta atau 22,2 persen dari total target investasi yang dipatok US$162 juta.
Sementara itu, capaian investasi PLT Panas Bumi berada di angka US$251 juta atau 26,5 persen dari keseluruhan target investasi yang diharapkan mencapai di angka US$947 juta.
Adapun, torehan investasi untuk PLT Aneka EBT yang terdiri dari PLTA, PLTM, PLTMH, PLTS Atap dan PLTS sebesar sekitar US$379 juta atau 13,3 persen dari total target investasi di 2022 yang sebesar US$2,86 miliar.