Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan harga mi instan dalam negeri berpotensi naik hingga 3 kali lipat lantaran tingginya harga gandum dunia akibat adanya perang Rusia-Ukraina. Lantas, apakah naiknya harga mi instan dapat mengerek inflasi?
Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Faisal Rachman menyampaikan, naiknya harga mi instan berpotensi mengerek inflasi. Setiap kenaikan 10 persen harga mi, bakal menyumbang inflasi sekitar 0,03-0,07 ppt.
Meski meningkat, namun dia melihat peningkatan mie kemungkinan tak secara signifikan memengaruhi konsumsi total.
"Walau meningkat tapi peningkatan harga mie masih wajar di tengah naiknya harga gandum global ya jadi sepertinya tidak secara signifikan mempengaruhi konsumsi total," katanya kepada Bisnis, Rabu (10/8/2022).
Di sisi lain, pemerintah telah memberikan BLT dan subsidi untuk golongan tidak mampu sehingga menurut dia ini sudah bisa mengkompensasi sebagian kenaikan harga mi instan.
Berbeda dengan Faisal, Ekonom Indef Esther Sri Astuti memandang jika harga mi instan saja yang naik, maka tidak akan menaikkan inflasi. Pasalnya, inflasi terjadi akibat harga barang-barang secara umum naik.
Baca Juga
"Tapi kalo harga mie instan, ditambah harga bahan bakar naik, harga gas naik, harga listrik naik maka pasti terjadi inflasi," ujarnya.
Sebab, lanjut dia harga bahan bakar, beras, minyak, gas tergolong administered price sehingga dapat memicu inflasi sementara mi instan bukanlah kelompok administered price.
Apalagi, proporsi konsumsi mi instan terhadap pendapatan per kapita juga kecil sehingga tidak sampai menimbulkan inflasi jika harga mi instan naik 3 kali lipat.