Bisnis.com, JAKARTA- Seiring peningkatan jumlah pelaku UMKM yang ditopang akselerasi digital saat ini, tak jarang ditemukan pelaku usaha yang hanya bertahan beberapa bulan atau tahun saja. Hal ini tentunya harus diminimalisir agar UMKM sebagai penggerak ekonomi nasional dapat terus bertahan di berbagai kondisi.
Pengusaha & Brand Activitst Arto Biantoro menilai terjadinya penutupan gerai usaha dalam waktu singkat seringkali diakibatkan oleh produk maupun brand yang belum memiliki nilai pembeda dengan produk yang sudah ada di pasaran.
"Pertama unsur pembedanya lemah sekali, jadi kita seringkali mau cepat-cepat action, jualan, dapat uang, tapi landasan dasarnya tidak kokoh karena tidak mendalami siapa pasar yang kita tuju," kata Arto dalam webinar bertajuk 'UMKM untuk Indonesia: Usaha Maju dan Makmur Melalui Digitalisasi dan Membangun Produk Lokal', Rabu (10/8/2022).
Menurut Arto, kebanyakan wirausaha mengimplementasikan istilah 'udah jalanin aja dulu'. Hal itu tidak salah namun sebagai pelaku usaha apalagi pemula, lebih disarankan untuk memperkuat nilai dan pasar yang ingin dituju.
"Itu bukan kesalahan, karena kewirausahaan kita baru tumbuh. Di tahun 2010 itu baru tumbuh digtialisasi, sehingga role model yang dipelajari wirausaha itu masih melihat produk yang sudah beredar di pasaran. Level kewirausahaannya belum sampai titik dimana saya haru smenciptakan produk dan menciptakan pasar," tambahnya.
Namun, Arto melihat dengan banyaknya sesi pelatihan berkualitas, pendekatan yang mudah dipahami, dan ekosistem yang semakin maju, salah satunya program Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) yang diusung PT HM Sampoerna Tbk ini, tingkat keberhasilan untuk pelaku UMKM ini semakin kuat.
Baca Juga
Untuk itu, tak hanya dorongan untuk mengembangkan entrepreneurship yang berkelas namun harus diimbangi dengan strategi pengurangan persentase kegagalan. Tak jarang Arto mendengar istilah dalam dunia kewirausahaan 'biaya sekolah', yaitu kondisi dimana pelaku usaha membuka usaha lalu tutup dan berulang.
"Kalau saya lebih suka analisa dulu meskipun yang lain lari lebih cepat. Tapi begitu kita jalan kita udah lebih kuat fondasi nya. Ada istilah dari Albert Einstein 'kalau saya punya waktu 100 menit saya emnghabiskan waktu 90 menit untuk berpikir dan 10 menit untuk mengeksekusi nya'," terang Arto.
Meski begitu, Arto tak menyebut sudut pandang manapun salah karena memang dalam dunia kewirausahaan ada banyak mindset yang dipegang.
"Tidak ada yang benar dan salah. Tapi salah satu cara mengurangi tingkat kegagalan itu adalah mempersiapkan fondasinya jauh lebih matang, mendalami brand strategi, dan berporses secara bertahap," lanjutnya.
Di sisi lain, Arto juga tak menyarankan untuk membangun usaha yang diciptakan untuk langsung viral. Pasalnya, brand yang langsung viral seringkali memiliki psikologi yang rentan, terlebih jika penjualan di awal ramai, namun beberapa bulan kemudian menurun drastis.
"Brand yang bagus itu gak bisa langsung viral karena biasanya kalau udah naik dia tinggal turun nih. Brand yang bagus itu saat terbang harus pelan-pelan, perlahan naik, jadi take-off nya oke," paparnya.
Arto lebih menyarankan untuk memulai usaha dengan perlahan dan bertahap. Hal ini diyakininya karena sebuah brand butuh waktu untuk bisa memahami konsumen dan pasarnya.
"Kalau unsur pembeda kita sudah sangat jelas sekali kita bisa akselerasi lebih cepat, kalau unsur pembeda kita ga kuat ya kita harus hati-hati," tandasnya.