Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif blak-blakan mengatakan sebagian besar perusahaan batu bara dalam negeri cenderung menghindari kontrak kewajiban pasokan domestik atau domestic market obligation (DMO) batu bara pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan industri terkait.
Malahan, Arifin mengatakan, sejumlah perusahaan batu bara yang telah mendapatkan surat penugasan untuk pasokan domestik lebih memilih untuk menahan dan mengirimkan komoditas mereka ke luar negeri di tengah disparitas harga yang lebar.
Arifin menuturkan perusahaan yang telah mendapatkan penugasan itu lebih memilih untuk membayar denda dan kompensasi ketimbang harus memenuhi DMO 25 persen dari keseluruhan rencana ekspor perseroan.
“Harga batu bara yang tinggi saat ini, perusahaan cenderung mendapatkan harga yang lebih baik karena adanya disparitas yang besar ini mengakibatkan potensi industri dalam negeri mengalami kekurangan,” kata Arifin saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (9/8/2022).
Dengan demikian, Arifin mengatakan, kementeriannya tengah mempercepat pembentukan badan layanan umum atau BLU Batu Bara untuk mengatasi persoalan seretnya pasokan batu bara di tengah skema DMO 25 persen yang berlaku saat ini.
“Progres pembentukan entitas khusus batu bara izin prakarsa belum mendapat persetujuan saat ini karena masih ada perdebatan payung hukum dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan presiden,” ujarnya.
Di sisi lain, dia mengatakan, kementeriannya menyampaikan surat ke Kementerian Sekretaris Negara untuk mendorong payung hukum pembentukan entitas khusus batu bara itu agar nantinya dapat diatur di bawah peraturan presiden.
“Draft Perpres dan turunan lainnya seperti Permen dan Kepmen ESDM dan PMK telah disiapkan dan secara paralel ini dibahas,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PLN sempat melaporkan kebutuhan batu bara penugasan dari pemasok belakangan makin terbatas di tengah harga komoditas energi primer itu yang kembali naik pada pertengahan tahun ini.
PLN meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan badan layanan umum (BLU) Batu Bara untuk mengatasi ketimpangan pasokan hingga akhir tahun ini.
EVP Batubara PT PLN (Persero) Sapto Aji Nugroho menuturkan perseroan sempat mengalami kekurangan pasokan batu bara mencapai 15,5 juta ton pada awal 2022. Saat itu, rencana kerja dan anggaran perusahaan atau RKAP PLN mematok kebutuhan batu bara hanya sebesar 66,4 juta ton.
“Tapi ternyata kebutuhan kami meningkat tajam menjadi 84,7 juta ton karena terjadi peningkatan kebutuhan yang jauh di atas RKAP begitu Covid-19 membaik dan perekonomian Indonesia berkembang,” kata Sapto dalam Diskusi Publik BLU Batu Bara, Selasa (2/8/2022).
PLN mengajukan permohonan penugasan batu bara pada 25 Februari 2022 terkait dengan kekurangan pasokan energi primer saat itu. Lewat permohonan tersebut, Kementerian ESDM belakangan menyetujui alokasi batu bara sebesar 17,2 juta ton pada Maret hingga Mei 2022.
Selanjutnya, PLN kembali mengajukan permohonan penugasan batu bara sebesar 6 juta ton untuk menutupi kebutuhan yang makin meningkat pada paruh kedua 2022. Hasilnya, Kementerian ESDM menerbitkan penugasan batu bara sebesar 5,4 juta ton pada 10 Juni 2022.
“Permintaan kelistrikan kita meningkat tajam kita dalam satu triwulan pertama pecah rekor beban puncak hampir tujuh kali, sampai pertumbuhan kita yang 4 persen realisasinya menyentuh 7 persen, ini yang membuat kebutuhan kami jauh dari RKAP,” tuturnya.
Di sisi lain, PLN telah melakukan pembahasan ihwal alokasi penugasan batu bara pada 15 Juli 2022 lalu. Pembahasan itu menjadi tindaklanjut dari penugasan yang ditetapkan Kementerian ESDM. Hasilnya, penambang berkomitmen untuk mengirimkan 1,6 juta ton batu bara dengan pasokan di Agustus 2022 hanya sekitar 100.000 ton.