Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi perekonomian global kian suram lantaran dibayangi ancaman stagflasi, resesi yang terjadi di Amerika Serikat (AS), serta perang Rusia vs Ukraina yang masih terjadi hingga saat ini. Apalagi, status pandemi Covid-19 tak kunjung berakhir.
Risiko krisis ekonomi dunia tentu membuat banyak negara ketar-ketir, tak terkecuali Indonesia. Untuk merespons hal tersebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menggelar rapat Berkala KSSK III tahun 2022 pada Jumat (29/7/2022) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
KSSK sendiri terdiri dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Ketua Lembaga Penjamin Simpananan (LPS) Purbawa Yudhi Sadewa.
Ketua KSSK sekaligus Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, disertai meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global.
"Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan, diperparah oleh berlanjutnya perang di Ukraina, serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Senin (1/8/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani mengungkapkan dirinya dan KSSK sudah menyiapkan "ramuan" untuk mengatasi ancaman stagflasi dan resesi AS. Pertama, KSSK mencermati perkembangan inflasi di pasar domestik yang terus meningkat.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju inflasi tahunan per Juli 2022 sudah mencapai 4,94 persen (year-on-year/yoy). Angka inflasi tersebut merupakan tertinggi sejak Oktober 2015.
Menkeu mengatakan laju Inflasi menunjukkan tren meningkat karena tingginya tekanan sisi penawaran seiring dengan kenaikan harga komoditas dunia dan gangguan pasokan domestik.
Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga pada level 2,86 persen (yoy). Sri Mulyani mengatakan stabilnya inflasi inti didukung oleh konsistensi kebijakan BI dalam menjaga ekspektasi inflasi.
Sedangkan inflasi kelompok volatife food meningkat terutama oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan akibat cuaca. Adapun, inflasi kelompok administered prices meningkat dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara.
Tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi global tidak sepenuhnya tertransmisikan pada administered price sejalan dengan kebijakan pemerintah mempertahankan harga jual energi domestik melalui instrumen APBN.
Meski mengalami kenaikan, Sri Mulyani mengatakan kondisi Indonesia masih relatif moderat jika dibandingkan dengan negara tetangga, antara lain Thailand (7,7 persen), India (7,0 persen), dan Filipina (6,1 persen).
"Dari sisi pemulihan ekonomi, growth Indonesia tumbuh di atas 5 persen. Kami optimistis pertumbuhan ini akan bertahan sampai kuartal III/2022, memang kita waspada terutama faktor yang berasal dari eksternal," imbuhnya.