Bisnis.com, JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sepakat bahwa kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga. Hal itu disampaikan setelah rapat koordinasi berkala secara triwulanan pada Jumat (29/7/2022).
Pertemuan KSSK tersebut dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa beserta jajaran.
"Daya tahan atau resiliensi SSK [stabilitas sistem keuangan] pada kuartal II/2022 menjadi pijakan bagi KSSK untuk tetap optimistis, tetapi juga terus mewaspadai berbagai tantangan dan risiko yang sedang dan akan terus terjadi, dan kita hadapi," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (1/8/2022).
Dia mengatakan pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya dan meningkatnya risiko stagflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global. Menurut Sri Mulyani, kedua poin tersebut menjadi perhatian dari KSSK.
Tekanan inflasi global terus meningkat, lanjutnya, seiring tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasok yang diperparah oleh berlanjutnya perang Rusia vs Ukraina.
"Juga meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama di bidang pangan," ucapnya.
Sri Mulyani mengatakan berbagai negara, terutama Amerika Serikat, telah merespons naik dan tingginya inflasi dengan mengetatkan kebijakan moneter dan lebih agresif dalam meningkatkan suku bunganya.
Hal itu, kata dia, menyebabkan pemulihan ekonomi di AS tertahan. Dia menilai kebijakan tersebut juga meningkatkan terjadinya fenomena stagflasi, inflasi tinggi yang dikombinasikan dengan kondisi perekonomian yang melemah.
Menkeu memaparkan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara, termasuk AS, Eropa, Jepang, China, dan India, diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka yang diterbitkan sebelumnya.
"Ini disertai juga dengan makin meningkatnya kekhawatiran terhadap terjadinya resesi di AS maupun juga di Eropa," ucapnya.
Sri Mulyani mengatakan Bank Dunia dan IMF telah merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 ini, yaitu dari 4,1 persen menjadi 3,6 persen yang dilakukan oleh IMF, dan 4,1 persen menjadi 2 persen oleh Bank Dunia, dan IMF 3,6 persen direvisi ke bawah menjadi 3,2 persen.
Ketidakpastian di pasar keuangan global,kata dia, akibat tingginya inflasi di negara maju dan pengetatan kebijakan moneter. Hal itu telah mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio dan ini menekan nilai tukar di berbagai negara berkembang
Meski demikian, Sri Mulyani mengungkapkan perbaikan perekonomian domestik pada kuartal II/2022, diproyeksikan masih akan terus berlanjut.
"Ini terutama dari perekonomian dalam negeri atau Indonesia, perbaikan dari perekonomiannya ditopang oleh meningkatnya konsumsi dan investasi, serta kinerja ekspor," imbuhnya.