Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Status Pelik SKK Migas hingga Sandungan Ekonomi China

Beberapa isu lainnya ikut diangkat imbas inflasi terhadap emiten konsumer, nasib bendungan era Jokowi, krisis properti di China hingga lonjakan impor kapal.
Fasilitas produksi dan penyimpanan terapung (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Belanak di South Natuna Sea Block B yang dikelola Medco E&P Natuna (MEPN). Istimewa/SKK Migas.
Fasilitas produksi dan penyimpanan terapung (Floating Production Storage and Offloading/FPSO) Belanak di South Natuna Sea Block B yang dikelola Medco E&P Natuna (MEPN). Istimewa/SKK Migas.

Bisnis.com, JAKARTA - Penyelesaian revisi Undang-Undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi diyakini bisa memperbaiki iklim investasi sekaligus mereformasi sektor usaha hulu migas Tanah Air, baik dari sisi kepastian hukum maupun perbaikan tata kelola dan kelembagaan dalam melakukan kontrak kerja sama migas.

Tanpa adanya kepastian kontrak, pelaku usaha dikhawatirkan bakal terus menahan keinginannya untuk berinvestasi di sektor hulu migas nasional. Terlebih, kesucian kontrak merupakan hal utama yang menjadi landasan investor dalam berbisnis. 

Tarik ulur revisi UU Migas menjadi berita pilihan yang diulas secara komprehensif di Bisnisindonesia.id. Selain berita tersebut, beberapa isu lainnya ikut diangkat imbas inflasi terhadap emiten konsumer, nasib bendungan era Jokowi, krisis properti di China hingga lonjakan impor kapal.

1. Tarik Ulur Revisi UU Migas, Status SKK Migas Kian Pelik

Komisi VII DPR RI diketahui masih fokus mengejar penyelesaian UU EBT yang ditargetkan rampung sebelum gelaran KTT G20 pada November nanti di Bali. Di sisi lain, pemerintah juga dinilai tak kunjung berinisiatif untuk mendorong pembahasan revisi UU Migas bersama DPR.

Itu sebabnya, Indonesia dinilai belum bisa memberikan kepastian hukum, mengingat kesepakatan legal untuk kontrak kerja sama migas dilakukan dengan lembaga sementara yakni SKK Migas. 

Pasalnya, SKK Migas dibentuk pascadikeluarkannya keputusan Mahkamah Konstitutsi (MK) yang menganulir beberapa pasal dalam UU Migas No. 22 Tahun 2001. 

Dalam keputusanya, MK membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sehingga pemerintah harus menetapkan lembaga baru. 

Hingga kini hanya ada lembaga sementara yakni SKK Migas untuk menggantikan tugas BP Migas sebagai pembina dan pengawas KKKS dalam menjalankan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan pemasaran migas Indonesia. Bagaimana SKK Migas menghadapi dilema ini? 

2. Inflasi Bayangi Kinerja Emiten Konsumer, Investor Perlu Waspada

Laju inflasi domestik yang perlahan meningkat bakal mengancam keberlanjutan kinerja positif dari sejumlah emiten sektor barang konsumsi dan ritel, terutama akibat pelemahan daya beli dan tingginya harga bahan baku serta biaya produksi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi pada Juli 2022 secara tahunan mencapai 4,94 persen (year-on-year/ YoY). Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2015 yang saat itu menyentuh 6,25 persen YoY.

Secara bulanan, BPS mencatat tingkat inflasi pada Juli 2022 mencapai 0,64 persen (month-to-month/ MtM), lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mencapai 0,61 persen MtM. Sementara itu, secara tahun berjalan, tingkat inflasi pada periode tersebut mencapai 3,85 persen MtM.

BPS mencatat penyumbang utama inflasi Juli secara bulanan lebih disebabkan oleh kenaikan harga cabai merah, tarif angkutan udara, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, dan cabai merah. Berdasarkan komponennya, inflasi pada Juli 2022 didorong oleh komponen harga bergejolak atau volatile food dengan andil sebesar 0,25 persen.

Di bursa saham, hari ini, Senin (1/8), sektor consumer non-cyclical ditutup menguat 0,78 persen, sedangkan sektor consumer cyclical melemah 0,77 di saat indeks harga saham gabungan (IHSG) menguat 0,25 persen ke level 6.968,78. 

3. Nasib Proyek Bendungan yang Gagal Selesai di Era Presiden Jokowi

Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo di tahun 2015, pembangunan infrastruktur bendungan sebagai pendukung ketahanan pangan terus digencarkan. 

Namun sayangnya, menjelang akhir kepemimpinan Jokowi di periode kedua ini, Pemerintah pun harus merevisi target penyelesaian pembangunan bendungan dari yang semula sebanyak 61 bendungan menjadi 57 bendungan di 2024.

Adapun keempat bendungan yang berpotensi pembangunannya tak selesai pada 2024 mendatang yakni Bendungan Bener di Jawa Tengah, Bendungan Tiga Dihaji di Sumatra Selatan, Bendungan Jragung di Jawa Tengah, dan Bendungan Budong-Budong di Sulawesi Barat.

Direktur Bendungan dan Danau Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Airlangga Mardjono mengatakan pihaknya masih terus mengkaji perkembangan dari bendungan-bendungan yang berpotensi tidak selesai pada 2024. 

Kendati demikian, target jumlah bendungan yang akan selesai di tahun 2024 tersebut dapat terus berubah. “Jumlahnya memang masih tentatif, revisi targetnya ada, tapi jumlah persisnya masih kita cari yang pastinya, masih kita exercise,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/8/2022).

Permasalahan utama yang menyebabkan bendungan-bendungan tersebut tidak dapat selesai pada 2024 karena proses pembebasan tanah yang hingga saat ini masih terkendala. Apa kendala utama terhambatnya pembangunan bendungan? 

4. Daya Saing Produk Lokal Minim, Impor Kapal Masih Menghantui

Di tengah tingginya ekspor produk kapal dalam negeri pada paruh pertama 2022, importasi produk tersebut masih menjadi perhatian saban tahun. Daya saing produk lokal serta tingginya harga kapal disinyalir menjadi sebab pengusaha lebih tertarik membeli barang luar negeri. 

Badan Pusat Statistik (BPS) merekam ekspor kapal dan turunannya mencapai US$590,1 juta pada semester I/2022. Jumlah ini naik hingga 1.209,76 persen alias 12 kali lipat dibandingkan dengan realisasi ekspor sepanjang semester I/2021 senilai US$45,1 juta. 

Impor kapal memang menurun pada semester I tahun ini. Setidaknya hingga Mei 2022, impor kapal berada di level US$233,02 juta. Meski paruh pertama 2022 surplus, situasi ini berpotensi tersalip bila dilihat pada perdagangan di tahun-tahun sebelumnya.

Pada 2019 misalnya, ekspor kapal, perahu maupun struktur terapung ‘hanya’ US$268,42 juta. Berbanding terbalik dengan impor mencapai US$937,10 juta. Begitupun pada 2020, impor kapal menembus US$955,17 juta, jauh melewati angka ekspor US$231,03 juta. 

Kemudian pada tahun lalu, BPS mencatat ekspor produk HS 89 itu senilai US$144,62 juta, sedangkan impor mencapai level US$803,40 juta. Ketimpangan ini menjadi perhatian tersendiri bagi kalangan asosiasi. 

5. Ekonomi China Tersandung Kondisi Manufaktur dan Krisis Properti

China, negara dengan kekuatan ekonomi kedua di dunia, diperkirakan akan kesulitan menggapai target pertumbuhan tahun ini. Kondisi manufaktur dan kasus real estat membuat target pertumbuhan sebesar 5,5 persen menjadi lebih menjauh dari jangkauan.

Awal paruh kedua tahun ini bisa jadi ciong alias tidak selaras dengan target pertumbuhan yang sudah dipancangkan. Upaya menekan kasus Covid-19 telah berdampak pada kondisi manufaktur China. Sementara itu, kasus Evergrande memberi goncangan tersendiri bagi kondisi dalam negeri China.

Sebelumnya, pada Juni, Bank Dunia memperkirakan ekonomi China akan melambat pada 2022. Setelah awal yang kuat pada awal 2022, gelombang Covid-19 terbesar dalam dua tahun telah mengganggu normalisasi pertumbuhan China.

Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan PDB riil melambat tajam menjadi 4,3 persen pada 2022 – 0,8 poin persentase lebih rendah dari yang diproyeksikan dalam Pembaruan Ekonomi China Desember. Apa makna dari dari penurunan proyeksi ini?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper