Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan naiknya suku bunga yang dilakukan The Fed atau (Fed Fund Rate/FFR) dan bank sentral negara Eropa dapat meningkatkan cost of fund sehingga dapat keuangan korporasi dan APBN.
"Cost of fund yang meningkat ini akan memengaruhi korporasi dan APBN," kata Suahasil dalam acara Bisnis Indonesia Mid Year Economic Outlook 2022: Prospek Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahan Geopolitik PascaPandemi pada Selasa (2/8/2022).
Dia mengatakan APBN berperan penting dalam menjaga perekonomian Indonesia. Bukan itu saja, katanya, APBN merupakan shock absorber, atau instrumen yang dapat menyerap berbagai macam shock yang terjadi dalam keuangan negara.
Tak hanya menghadapi peningkatan suku bunga yang dilakukan The Fed, Suahasil menilai APBN juga menyerap berbagai macam shock yang ditimbulkan oleh geopolitik, salah satunya perang Rusia vs Ukraina, yang memicu kenaikan harga komoditas.
Lantas, apa saja shock absorber yang dilakukan APBN?
Pertama, Suahasil mengatakan APBN memastikan bahwa inflasi terkendali atau tidak naik terlalu tinggi. Caranya, yaitu dengan memastikan harga-harga yang penting seperti administered price terutama harga energi, misalnya gas LPG dan BBM, tidak meningkat secara drastis.
Baca Juga
"Namun, ini berarti APBN harus memberi alokasi subsidi dan kompensasi yang lebih tinggi," ujarnya.
Kedua, dia menuturkan APBN terus berusaha menjaga daya beli masyarakat dengan cara kita ada peningkatan belanja perlindungan sosial, belanja subsidi langsung kepada masyarakat," ujarnya.
Hal tersebut dilakukan guna agar masyarakat terutama masyarakat miskin dan rentan bisa terjaga daya belinya.
Ketiga, APBN menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan cara memberikan stimulus-stimulus kepada dunia usaha agar penyerapan tenaga kerja bisa berlanjut terus. Di sisi lain, dia berharap APBN dapat mengurangi tingkat pengangguran serta kemiskinan.
Kemudian pada saat yang bersamaan, dia mengatakan APBN harus menjadi lebih sehat. Sebagai informasi, defisit APBN pada 2020 lalu mencapai level 6,1 persen dan 4,65 persen pada 2021.
Suahasil menuturkan level tersebut tengah diupayakan pemerintah agar terus turun di level 3 persen sesuai dengan UU 17/2003. Tujuannya untuk membuat APBN menjadi lebih sehat.
"Di dalam Perpres 98/2022 kita perkirakan defisitnya bisa kita turunkan ke 4,5 persen dari PDB dan di dalam outlook akhir tahun APBN yg telah kita sampaikan ke Badan Anggaran. Kami perkirakan APBN bisa di defisit 3,92 persen dari PDB," pungkasnya.