Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Capai Target Usai Merger, Ini Strategi Bos Pelindo

Pelindo akan melakukan sejumlah strategi untuk mencapai target pertumbuhan arus peti kemas sebesar 17,3 juta TEUs pada 2022.
Foto udara aktivitas bongkarmuat di dermaga bongkar muat peti kemas Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (3/1/2022).ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara aktivitas bongkarmuat di dermaga bongkar muat peti kemas Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (3/1/2022).ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA – PT Pelabuhan Indonesia (persero) atau Pelindo berupaya mencapai target pertumbuhan arus peti kemas sebesar 17,3 juta TEUs pada tahun ini lewat sejumlah upaya.

Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono memaparkan bahwa biaya logistik di Indonesia masih yang tertinggi dibandingkan negara-negara pesaing utama di kawasan Asean seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.

Kajian tersebut masih didasarkan kepada hasil studi Bank Dunia yang dituangkan dalam laporan berjudul Conecting to Compete 2018 menunjukkan biaya logistik di Indonesia mencapai 23 persen.

Meski demikian, menurutnya tidak semua beban biaya logistik ada di Pelindo tetapi juga di instansi lain. Standardisasi operasi pelabuhan tidak dapat dicapai hanya dengan meningkatkan kinerja pelabuhan dan terminal peti kemas, tetapi juga perubahan pola pikir dari pelaku.

Oleh karena itu, usai merger, dia akan fokus kepada pekerjaan rumah yang bisa diselesaikan Pelindo. Dengan pertumbuhan tahunan sekitar 5 persen, Arif menyebut pada tahun ini memiliki target sebesar 17,3 juta TEUs.

"Target itu akan dicapai dengan penyeragaman proses bisnis, dan sistem teknologi informasi, serta peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia sebagai tindak lanjut dari proses merger," ujarnya, Kamis (28/7/2022).

Salah satu upaya perbaikan kinerja di sejumlah pelabuhan utama dan pelabuhan yang ada di Timur Indonesia yakni Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon.

General Manager (GM) Pelindo Regional IV Ambon I Nengah Suryana Jendra menjelaskan kondisi Pelabuhan Ambon sebelum transformasi dan merger pada 1 Oktober 2022 tidak optimal.

Menurut Nengah kondisi tersebut dapat terjadi tidak hanya karena sistemnya yang masih manual, tetapi juga kondisi lapangan yang semrawut. Dia mencontohkan seperti kontainer atau peti kemas disusun berdasarkan Blok, Slot, Row, dan Tier. Bahkan, pada awalnya, terminal peti kemas bercampur antara lokasi bongkar dan lokasi pemuatan.

Kondisi tersebut membuat pengemudi truk kontainer membutuhkan waktu cukup lama untuk menemukan peti kemas, baik untuk membongkar atau memuat barang. Perseroan, lantas memulai transformasi dengan menata terminal peti kemas. Diawali dengan membuat pemetaan, memisahkan blok bongkaran, blok muatan, dan membuat lokasi khusus untuk Cargo Consolidation and Distribution Center (CCDC).

“Di lokasi inilah barang akan dibongkar dari peti kemas atau stripping dan dimuat ke dalam peti kemas atau stuffing. Blok-bloknya jadi jelas,” ujarnya.

Pelindo Regional IV juga berencana mendatangkan peralatan baru untuk mempercepat proses bongkar muat. Untuk membongkar dari atau memuat barang ke barang di pelabuhan, Pelindo menggunakan dua container crane (CC). Alat bongkar muat di terminal peti kemas juga diganti dari Reach Stackers menjadi Rubber Tyred Gantry (RTG). Pelindo memiliki lima RTG di terminal peti kemas Ambon.

Penggunaan RTG, kata Nengah, bisa mempercepat proses bongkar muat karena bisa menyusun peti kemas sampai lima tumpukan. Sebelumnya, Reach Stackers hanya bisa menumpuk peti kemas maksimal sampai tiga tier.

Hasilnya, saat ini kapasitas lapangan peti kemas Ambon naik dari semula 190 TEUs menjadi 250 TEUs. terangnya. Satuan TEUs setara dengan kontainer berukuran 20 feet dengan volume maksimal 25 ton.

Jam operasional pun diubah mengikuti penambahan kapasitas lapangan peti kemas tersebut. Dulu, ujar Nengah Suryana, jam 10 malam pelabuhan sudah gelap. Sekarang, manajemen Pelindo Regional 4 Ambon menerapkan waktu operasi selama tujuh hari kali 24 jam, dengan sistem tiga shift.

Dari sejumlah upaya tersebut, menurut dia pada akhirnya yang paling penting dalam proses transformasi adalah perubahan manajemen.

“Percuma saja lapangan sudah ditata bagus, peralatan yang mumpuni didatangkan, dan juga punya aplikasi yang bagus, kalau orangnya tidak berubah. Karena itu, mindset harus diubah, mulai dari jajaran pimpinan sampai operator di lapangan,” jelasnya.

Sebagai gambaran, Pada 2019, Pelindo menangani 16,09 juta TEUS, namun sempat turun pada 2020 dan 2021 karena pandemi. Selama dua tahun pandemi, Pelindo menangani masing-masing 15,54 juta TEUs dan 16,04 juta TEUs.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper