Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indef: Kondisi Ekonomi Indonesia Belum Bisa Pulih Secara Normal

Ekonom Indef Esther Sri Astuti mengatakan kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum bisa pulih secara normal. Apa alasannya?
Warga menunjukkan aplikasi Peduli Lindungi saat membeli minyak curah di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Pemerintah akan menerapkan aturan baru terkait pembelian dan penjualan minyak goreng curah dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi atau menunjukkan nomor induk kependudukan pada KTP yang akan diberlakukan pada 11 Juli mendatang. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Warga menunjukkan aplikasi Peduli Lindungi saat membeli minyak curah di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Senin (27/6/2022). Pemerintah akan menerapkan aturan baru terkait pembelian dan penjualan minyak goreng curah dengan menggunakan aplikasi Peduli Lindungi atau menunjukkan nomor induk kependudukan pada KTP yang akan diberlakukan pada 11 Juli mendatang. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, JAKARTA - Desain Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 kembali pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003. Lantas apakah itu artinya kondisi ekonomi Indonesia sudah kembali normal?

Ekonom Institute of Development on Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan kondisi ekonomi Indonesia saat ini belum bisa pulih secara normal mengingat adanya penguatan dolar AS masih akan terus berlangsung,  tekanan inflasi global sebagai dampak perang Rusia vs Ukraina serta peningkatan utang secara global dan terus menerus akibat pandemi.

Sebagaimana diketahui, dalam APBN ada asumsi dasar seperti nilai tukar dolar AS terhadap Rupiah, inflasi dan harga minyak. Adanya kondisi ini, kata Esther, jelas akan menekan APBN.

"Karena setiap perubahan asumsi dasar akan memengaruhi APBN," kata Esther kepada Bisnis, Senin (25/7/2022).

Dia mencontohkan jika Rupiah terdepresiasi maka cicilan bunga dan utang luar negeri juga akan meningkat nilainya dalam Rupiah. Akibatnya, ruang fiskal APBN pun semakin mengecil. Hal ini tentu memengaruhi percepatan pemulihan ekonomi untuk kembali normal.

Selama 2020 hingga 2021 lalu, defisit APBN berada di atas 3 persen, bahkan berada di level 6,14 persen dari PDB pada 2020 lalu. Kendati demikian, ini diperbolehkan  lantaran adanya  Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).

Dalam pasal 2 ayat (1) huruf a poin 1, disampaikan bahwa batasan defisit anggaran melampaui 3 persen dari PDB selama masa penanganan Covid-19 dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022.

Kemudian disampaikan lebih lanjut pada poin 2 bahwa Tahun Anggaran 2023 besaran defisit akan kembali menjadi paling tinggi sebesar 3 persen dari PDB. Itu artinya, RUU APBN 2023 akan kembali pada UU Nomor 17 Tahun 2003.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper