Bisnis.com, JAKARTA - Desain Rancangan Undang-undang (RUU) Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2023 akan kembali ke UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Meski demikian, pemerintah ingin menyepakati beberapa fleksibilitas di dalam melaksanakan APBN 2023 tanpa melanggar perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata saat memberikan sambutan dalam acara Konsultasi Publik RUU APBN Tahun Anggaran 2023, Senin (25/7/2022).
"Dalam menyusun RUU APBN 2023, disatu sisi kembali ke UU Keuangan Negara yang normal itu banyak aturannya di sana tetapi kita juga mencoba untuk melihat fleksibilitas bisa kita tetap sepakati bersama DPR sehingga di dalam melaksanakan APBN 2023 itu kita akan tetap punya keleluasaan tanpa melanggar perundang-undangan yang ada," katanya.
Isa menuturkan pada masa pandemi pemerintah belajar beberapa hal. Salah satunya adalah membuat APBN selalu fleksibel untuk menghadapi berbagai situasi, termasuk pandemi Covid-19.
"Kita tidak bisa melihat APBN kita itu menjadi sedemikian kaku dan kemudian kita harus berhadapan dengan situasi chaos, situasi dimana kita bingung mau ngapain. Ini kalau kita mempunyai satu mekanisme otomatis fleksibel, maka kita akan melihat APBN kita mampu merespon berbagai situasi, sekalipun mungkin tergolong extraordinary," ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian menjadi UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19).
Sepanjang 2020 hingga 2022, RUU APBN disusun berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2020 yang merupakan undang-undang dalam menangani kondisi pandemi. Undang-undang ini, oleh Kementerian Keuangan disebut sebagai senjata yang extraordinary.
"Alhamdulilah senjata kita cukup ampuh, kita mampu mengendalikan Covid-19 dengan baik, bahkan di dunia kita menjadi salah satu negara yang terbaik untuk mengelola baik kesehatan karena masalah Covid-nya maupun masalah dampak ekonominya," pungkasnya.