Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan bahwa rencana implementasi visa digital nomad masih dalam pembahasan dan menjadi pekerjaan rumah bagi kementerian.
Visa digital nomad menjadi satu inovasi baru dalam merespons arus digitalisasi dan pola perilaku karyawan yang dapat bekerja secara jarak jauh atau remote worker.
“Ini menjadi on top of priority list tadi, kami ingin agar ada progres signifikan, sesuai dengan komunikasi saya dengan Bapak Menteri [Hukum dan HAM] Yasonna,” ujarnya dalam Weekly Press Briefing Kemenparekraf, Senin (25/7/2022).
Rencananya, pemberian visa digital nomad bagi para pekerja jarak jauh diharapkan dapat meningkatkan perekonomian destinasi seperti Bali dengan durasi tinggal yang panjang. Visa tersebut akan berlaku untuk 5 tahun, berbeda dengan visa on arrival (VoA) yang memiliki durasi maksimal 180 hari.
Pemberian visa ini bertujuan untuk menarik minat para digital nomad yang sekarang banyak bekerja di Bali. Rencananya, penerima visa ini akan dibebaskan dari pajak dengan catatan tidak memperoleh penghasilan di dalam yuridiksi Indonesia.
Sandi menjelaskan pembahasan visa digital nomad yang sudah memasuki tahap akhir pada Juni lalu kini masih mengambang dan akan disiapkan rapat koordinasi tersendiri yang membahas agenda tersebut, mungkin diberlakukan ataupun dibatalkan.
“Bahwa karena keputusan pembatalan bebas visa kunjungan dan digital nomad ada di tatanan rakor antar menteri yang disampaikan kepada Bapak Preiden untuk keputusan, maka untuk digital nomad ini harus disiapkan rakor antar menteri untuk diputuskan ratas [rapat terbatas] bersama Bapak Presdien,” lanjutnya.
Fenomena work from anywhere ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga seluruh dunia. Dari hasil survei terkait digital nomad ini, Sandiaga menjelaskan tercatat sebanyak 95 persen menunjukkan Indonesia khususnya Bali menjadi tujuan pertama bagi remote worker.
Sandiaga memaparkan kebijakan visa digital nomad juga selaras dalam mendukung tercapainya target 1,5 juta wisatawan mancanegara untuk berwisata di Bali.
Dia juga berharap kualitas kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali bisa mencapai antara 50 hingga 60 persen, dengan durasi menetap yang lebih panjang dan quality of spending atau jumlah belanja yang semakin tinggi.
Kemenparekraf mencatat pengeluaran yang dilakukan selama wisman selama berada di Indonesia, di antaranya untuk akomodasi 40 persen, makan dan minum 27,5 persen, belanja 7,89 persen, dan kesehatan 4,9 persen.
Sementara lima negara dengan penyumbang wisman ke Bali paling tinggi adalah Australia, Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan Prancis.