Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menilai bahwa meningkatnya ekspor dan impor dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II/2022 lantaran menandakan adanya geliat aktivitas usaha.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni 2022, ekspor mencapai US$26,09 miliar atau tumbuh hingga 21,3 persen dari posisi Mei 2022 (qtq) senilai US$21,51 miliar. Kinerja ekspor tumbuh signifikan karena naiknya ekspor produk kelapa sawit, setelah adanya pencabutan pelarangan ekspor komoditas tersebut.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menilai bahwa langkah stabilisasi harga yang mampu meningkatkan ekspor merupakan capaian positif. Dia pun berharap kinerja ekspor hingga Juni 2022 dapat mendukung pertumbuhan ekonomi kuartal II/2022 secara umum dan memperkuat pemulihan ekonomi.
"Peningkatan ekspor produk sawit ini penting di tengah eskalasi berbagai risiko global akibat perang Rusia vs Ukraina yang berkepanjangan serta berbagai tantangan multidimensional lainnya seperti pandemi yang belum sepenuhnya selesai secara merata di seluruh dunia," ujar Febrio pada Senin (18/7/2022).
Kinerja impor pun kembali menguat, yakni pada Juni 2022 mencapai US$21 miliar atau tumbuh 21,9 persen dari posisi Mei 2022 senilai US$18,6 miliar. Kenaikan itu didukung oleh impor bahan baku, menurut Febrio, menandakan perbaikan aktivitas ekonomi domestik.
"Pandemi semakin terkendali, sehingga aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat menunjukkan tren peningkatan dan terus membaik. Selain itu, peningkatan impor bahan baku dan barang modal mencerminkan aktivitas sektor industri dalam negeri yang terus beranjak pulih," kata Febrio.
Baca Juga
Menurutnya, pemulihan impor terkait aktivitas industri sejalan dengan pergerakan Purchasing Manufacturing Index (PMI) Manufaktur Juni 2022 yang tetap ekspansif di tengah perlambatan aktivitas industri yang terjadi di banyak negara.
Menguatnya kedua komponen perdagangan internasional itu mendorong surplus neraca perdagangan Juni 2022 menjadi US$5,09 miliar. Sektor nonmigas mencatatkan surplus US$7,23 miliar, sedangkan sektor migas mengalami defisit sebesar US$2,14 miliar.
"Kinerja neraca perdagangan menunjukkan bahwa kenaikan ekspor mampu menyerap risiko kenaikan harga komoditas global di sisi impor," kata Febrio.