Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$14 miliar atau setara dengan Rp209,84 triliun, kurs Rp14.989, untuk pengembangan lini bisnis gas dan energi baru dan terbarukan (EBT) selama 2022 hingga 2026.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan alokasi itu mengambil bagian mencapai 14 persen dari keseluruhan rencana capex perusahaan energi pelat merah itu untuk jangka lima tahun ke depan.
“Ini lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata belanja yang akan dilakukan Pertamina, jadi ini target yang ambisius untuk meningkatkan bauran energi di lini produksi kami sampai 17 persen pada 2030 nanti,” kata Nicke saat forum diskusi Sustainable Finance for Climate Transition Roundtable di Bali, Kamis (14/7/2022).
Dia mengatakan komposisi dari minyak pada sisi hulu bisnis Pertamina perlahan akan dikurangi dengan bauran energi yang bakal ditekan hingga 20 persen dari keseluruhan kegiatan bisnis perseroan pada 2050.
“Kami sadar bahwa komposisi dari minyak dalam bauran energi akan dikurangi, sekarang berada di sekitaran 32 persen,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kebutuhan dana untuk memenuhi target nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060 dapat mencapai Rp28.223 triliun, tujuh kali lipat lebih tinggi dari kebutuhan dana untuk memenuhi target Nationally Determined Contributions atau NDC pada 2030. Sayangnya, Indonesia baru mampu memenuhi 34 persen kebutuhan dana setiap tahunnya.
Baca Juga
Hal tersebut disampaikan oleh Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Joko Tri Haryanto dalam webinar bertajuk Tantangan Sektor Kelistrikan dalam Transisi Energi.
Joko menjelaskan bahwa pihaknya sedang menyelesaikan perhitungan untuk dokumen Climate Change Fiscal Framework, terkait kebutuhan dana untuk mencapai target net zero emission pada 2060. Berdasarkan kalkulasi BKF, kebutuhan dana itu mencapai Rp28.223,51 triliun.
"Kalau bicara total kebutuhan dari net zero emission 2060 or sooner, itu hampir tujuh kali lipat dibandingkan dengan NDC 2030," kata Joko pada Kamis (9/6/2022).