Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Tekstil Tertekan Inflasi AS, Apsyfi: Pasar Domestik Jadi Alternatif

Penguatan posisi produk tekstil lokal di pasar domestik dapat memberikan sejumlah efek positif di tengah tingginya kenaikan inflasi di Amerika Serikat.
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar domestik dinilai menjadi alternatif bagi pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional untuk menjual produk di tengah tingginya inflasi Amerika Serikat dan beberapa negara Uni Eropa lainnya.

Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menilai penguatan posisi produk lokal di pasar domestik dapat memberikan sejumlah efek positif.

"Hal ini akan meningkatkan utilisasi hingga mendorong investasi sehingga bisa mengamankan penyerapan tenaga kerja di sektor TPT," kata Redma kepada Bisnis, Kamis (14/7/2022).

Selain itu, penguatan pasar domestik perlu dilakukan mengingat inflasi yang terjadi di Amerika Serikat dan negara Uni Eropa lainnya berpotensi menurunkan permintaan ekspor pada semester II/2022.

Tidak hanya berhenti di penurunan permintaan pasar ekspor, Redma menyebut inflasi dan beberapa masalah lain yang menyertai seperti pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga bahan baku memperketat kompetisi global.

"Terutama persaingan dengan negara produsen lain, seperti Bangladesh, Vietnam, India, Turkey, terlebih China yang semakin sengit," kata Redma kepada Bisnis, Kamis (14/7/2022).

Terkait dengan bahan baku, inflasi memengaruhi harga crude oil karena polyester merupakan turunan dari NAFTA, PX, PTA dan MEG yang mengalami kenaikan.

Selain itu, rayon yang mengunakan bahan baku asam sulfat merupakan turunan dari crude oil sehingga tidak terhindar dari kenaikan harga. Lebih lanjut, kata Redma, harga cotton saat ini juga naik hingga 100 persen dari harga normal karena dipicu crude oil.

Sebagai informasi, Amerika Serikat mengalami inflasi tertinggi dalam 41 tahun terakhir sebesar 9,1 persen. Hal itu dinilai berpotensi memperlambat proses pemulihan industri manufaktur RI semester II/2022.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper