Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Evaluasi Tol Laut: Program Andalan Jokowi Dinilai Belum Optimal. Kemenhub Buka Suara

Kemenhub mengakui bahwa realisasi muatan Tol Laut yang menjadi program andalan Presiden Jokowi masih timpang.
 Kapal Motor Dobonsolo memasuki Pelabuhan Makassar, Kamis (7/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Kapal Motor Dobonsolo memasuki Pelabuhan Makassar, Kamis (7/9)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Program tol laut masih mengalami berbagai kendala utamanya disparitas antara muatan berangkat dan muatan balik hingga paruh 2022 ini. Program andalan Presiden Joko Widodo ini menjadi sorotan pada sekitar tahun ketujuh beroperasi.

Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Arif Toha bahkan mengakui bahwa realisasi muatan berangkat dan muatan balik masih timpang. Dia mencatat bahwa muatan balik kapal dari daerah timur ke barat masih belum menyamai muatan berangkat dari arah sebaliknya.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Laut per 17 Juni 2022, terdapat rasio sekitar 36 persen antara muatan balik sebesar 3.304 TEUs dari muatan berangkat sebesar 9.014 TEUs pada 28 trayek tol laut yang menggunakan kapal pelayaran.

Disparitas antara muatan balik dan berangkat bahkan lebih lebar apabila dilihat pada lima trayek tol laut (T-22 sampai dengan T-26) yang dititipkan dengan menggunakan kapal penyeberangan milik ASDP, dengan tujuan daerah terjauh seperti Biak, Timika, dan Merauke. Dihitung dengan satuan tonase (ton), muatan balik tercatat 0 ton dari muatan berangkat 395 ton.

"Jadi kalau dari barat ke timur itu banyak barang yang dimuat, tetapi kalau sudah di sana belum ada produksi yang cukup untuk bisa dibawa ke barat lagi," terang Arif di sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR, Senin (4/7/2022).

Arif menyoroti khususnya trayek tol laut di daerah Papua dengan disparitas yang masih cukup tinggi. Untuk itu, dia menegaskan akan mendorong koordinasi dengan kementerian terkait guna mengatasi masalah disparitas antara muatan berangkat dan balik di tol laut.

"Di daerah Papua, industri belum tumbuh dengan baik. Tentu kita akan [koordinasi dengan kementerian terkait] karena tidak bisa sendiri," ujarnya.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Mugen Sartoto mengatakan faktor daerah tujuan voyage menjadi alasan di balik besarnya disparitas antara muatan balik dan berangkat, khususnya pada trayek T-22 sampai T-26.

Pada trayek T-22, T-23, T-24, T-25, dan T-26, semuanya melayani tujuan ke Papua dengan menggunakan kapal penyeberangan milik ASDP karena. Hal tersebut karena muatan yang dibawa masuk jauh ke pedalaman jalur sungai.

"Sehingga dapat dipahami alasan tidak ada muatan balik ya karena memang tidak ada komoditas yang dibawa dari pedalaman itu," kata Mugen kepada Bisnis, Selasa (5/7/2022).

Untuk itu, Pengamat maritim dari Institut Sepuluh November (ITS) Raja Oloan Saut Gurning mengatakan kenaikan presentase muatan balik ke depannya harus jadi perhatian pemerintah. Khususnya untuk lima trayek ke daerah terpencil.

"Data pengangkutan muatan yang dititipkan untuk trayek-trayek ini menunjukkan kondisi sulitnya kargo balik, atau adanya kargo yang dapat dikirimkan dari berbagai wilayah khusus tersebut," terang Saut, dikutip Selasa (5/7/2022).

Untuk meningkatkan muatan balik ke depannya, penggerak daerah seperti KADIN dan HIPMI serta UMKM/IMKM daerah perlu lebih dilibatkan. Keterlibatan BUMD yang bergerak dalam berbagai usaha seperti jasa inventori, angkutan darat, dan perdagangan juga harus lebih diperkuat.

Apabila potensi peningkatan muatan balik meningkat, lanjut Saut, maka level load-factor kontainer yang terkirim di berbagai armada tol akan ikut lebih baik. Setelah itu, pemerintah dan operator tol laut baru bisa meningkatkan realisasi jumlah voyage (perjalanan) yang saat ini disebut masih sekitar 50 persen.

Selain disparitas antara muatan berangkat dan balik, Kemenhub mencatat kesulitan yang dialami oleh program tol laut yakni infrastruktur jaringan internet di daerah tertinggal, terpencil, terbelakang, dan perbatasan (3TP); keterbatasan kontainer, kondisi cuaca ekstrem; serta penambahan BBM bagi sejumlah kapal logistik.

Saat ini, terdapat tujuh operator kapal swasta yang melayani keseluruhan trayek tol laut. Tidak hanya itu, setidaknya ada tiga BUMN yang ikut berusahan menyukseskan program itu yakni PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), PT Pelni (Persero), dan PT Pelindo (Persero).

PT Pelayaran Indonesia atau Pelni mendukung program tol laut dengan melayani sebagai operator terhadap 11 trayek hingga 2022. Pelni menyinggahi 48 dari total 130 pelabuhan yang melayani tol laut.

Untuk pengoperasian angkutan, Pelni mengoperasikan 10 kapal untuk keperluan tol laut dengan rincian enam kapal milik sendiri dan empat kapal milik Kementerian Perhubungan (Kendaga Nusantara). Sebanyak 680 perjalanan atau voyage telah dilayani sampai dengan Mei 2022.

Selain itu, kontribusi muatan Pelni terhadap muatan nasional terus tumbuh dari 2019 hingga 2022. Secara rinci, Pelni mengangkut muatan trayek tol laut sebesar 3.593 TEUs (27,23 persen) pada 2019; 8.858 TEUs (48,79 persen) pada 2020; dan 12.872 TEUs (53,9 persen) pada 2021.

"Posisi 2021 kami memberikan kontribusi sebanyak 54 persen [12.872 TEUs/53,9 persen] dari tol laut nasional," jelas Direktur Utama Pelni Tri Andayani.

Hingga Mei 2022, Tri menyebut Pelni telah mengangkut 5.872 TEUs total muatan peti kemas atau 46 persen dari target yakni 12.521 TEUs. Sementara itu, total perjalanan yang sudah terealisasi yakni 57 perjalanan atau 48,7 persen dari target 117 perjalanan.

BUMN lain yakni PT Pelindo (Persero) juga ikut berkontribusi memudahkan program tol laut, khususnya untuk mengoperasikan 20 dari total 110 pelabuhan yang melayani program tersebut.

"Tanjung Priok hanya dua [trayek] dan sebagian besar di Surabaya. 18 sisanya itu ada di pelabuhan kami operasikan," terang Direktur Pengelola Pelindo Putut Sri Muljanto.

Pelindo juga memberikan sejumlah dukungan insentif yakni prioritas standar untuk kapal yang melayani tol laut; keringanan jasa dermaga dan penumpukan; pemberian diskon tarif bongkar muat stevedoring, lift on/lift off, haulage, dan trucking; serta perpanjangan free time storage petikemas transhipment tol laut dari tujuh menjadi 14 hari.

JADI SOROTAN PARLEMEN

Komisi V DPR menilai pelaksanaan tol laut belum optimal bahkan gagal. Keterlambatan pengiriman barang serta dampaknya yang minim terhadap penurunan harga dinilai menjadi faktor mengapa program andalan Presiden Joko Widodo itu masih perlu dioptimalkan.

Anggota Komisi V DRP Fraksi Partai Gerindra Sudewo menyebut sering mendapatkan keluhan dari daerah yang dilalui oleh trayek tol laut. Dia menilai keterlambatan pengiriman barang oleh operator menyebabkan pemanfaatan barang/komoditas asli daerah yang dilalui tol laut kurang optimal.

"Misalnya di Morotai terasa jauh dari harapan karena banyak produksi ikan, kelapa, dan kopra di sana menjadi tidak bisa dimanfaatkan secara baik karena ada keterlambatan pengiriman," tuturnya saat rapat bersama Dirjen Perhubungan Laut, Pelni, dan Pelindo awal pekan ini.

Untuk itu, Sudewo menilai jumlah kapal dan trayek tol laut perlu ditambah. Hal itu karena banyak daerah yang disebut belum terlayani oleh tol laut. Kemenhub mengatakan bahwa penambahan trayek akan dilakukan apabila dinilai perlu.

Di sisi lain, Anggota Komisi V DPR Fraksi PKS Sigit Sosiantomo bahkan menilai program tol laut gagal. Menurutnya, tol laut gagal mengatasi disparitas harga barang serta ketersediaan barang di wilayah Indonesia Timur.

Sigit menyebut ada tiga alasan mengapa proyek yang diluncurkan sejak 2015 itu perlu dievaluasi. Pertama, indeks kemahalan konstruksi atau IKK BPS yang ada di Papua dan Maluku hingga saat ini menunjukkan tol laut tak mampu mengatasi disparitas harga.

Kedua, kontribusi tol laut kepada ekonomi daerah dinilai masih rendah.

"Itu diakui Presiden loh, kontribusi tol laut dibandingkan moda lain adalah yang paling rendah. Ketiga, tidak bisa menurunkan biaya logistik yang diakui Menkeu bahwa biaya logistik di Indonesia masih yang tertinggi di ASEAN," tuturnya melalui keterangan resmi.

Di sisi lain, Sigit menyebut terdapat indikasi terjadinya penyimpangan pada program tol laut berdasarkan temuan kelebihan pembayaran subsidi kepada operator. Hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK pada semester II/2020.

"Tak hanya gagal, BPK juga mengindikasi terjadi penyimpangan di program tol laut ini dengan temuan adanya kelebihan pembayaran subsidi kepada operator," terangnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper